KabarIndonesia.id — Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Chatib Basri, menegaskan bahwa perlindungan terhadap ekonomi domestik harus menjadi prioritas agar Indonesia tetap tangguh menghadapi dinamika global, termasuk efek kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Dalam forum yang digelar The Yudhoyono Institute (TYI) bertajuk “Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global” di Jakarta, Minggu (13/4), Chatib menekankan pentingnya dorongan belanja fiskal sebagai motor pemulihan ekonomi nasional.
“Kalau waktu kecil diajarkan hemat pangkal kaya, dalam pemulihan ekonomi itu belanja pangkal pulih. Kalau orang belanja, maka permintaan akan terjadi,” ujar Chatib.
Menurutnya, meningkatnya permintaan akan memicu respons dari sektor usaha untuk meningkatkan produksi dan membuka lebih banyak lapangan kerja. Namun, ia juga mengingatkan bahwa insentif fiskal harus dijalankan secara terarah, mengingat ruang fiskal Indonesia yang cukup terbatas.
Chatib menyarankan agar pemerintah memprioritaskan alokasi fiskal pada sektor-sektor yang memiliki efek berganda tinggi, seperti pariwisata.
“Sektor pariwisata itu punya backward dan forward linkage yang besar, dari hotel, transportasi, kuliner, hingga UMKM. Itu menciptakan efek ekonomi yang luas,” jelas mantan Menteri Keuangan tersebut.
Chatib juga menekankan pentingnya perlindungan sosial untuk memperkuat daya beli masyarakat. Ia menyebut bahwa daya beli masyarakat Indonesia telah melemah bahkan sebelum munculnya dinamika ekonomi global baru-baru ini.
Salah satu penyebabnya adalah tingginya proporsi pekerja informal yang biasanya menerima upah lebih rendah dibanding pekerja formal.
“Dalam konteks ini, perlindungan sosial menjadi sangat penting. Apakah itu bantuan langsung tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), atau percepatan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kemudian akan memperkuat daya beli masyarakat,” kata Chatib.
Menutup paparannya, Chatib mengingatkan pentingnya menjaga konsolidasi dan kerja sama regional, khususnya di kawasan ASEAN. Ia mengkhawatirkan meningkatnya kecenderungan proteksionisme di tengah krisis yang justru bisa menimbulkan instabilitas baru.
“Di saat krisis, banyak negara cenderung fokus pada kepentingan sendiri. Kalau tidak dikonsolidasikan, ini bisa memicu ketegangan dan instabilitas kawasan,” pungkasnya.
Dengan kombinasi belanja strategis, perlindungan sosial yang tepat sasaran, serta konsolidasi regional, Chatib optimistis Indonesia dapat menjaga ketahanan ekonominya di tengah tantangan global.