KabarIndonesia.id — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan bahwa sebanyak 26 daerah yang tersebar di enam provinsi Indonesia mengalami kekeringan dengan tidak adanya hujan selama lebih dari dua bulan hingga akhir September 2024. Situasi ini menjadi perhatian serius mengingat dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan ketahanan pangan.
Saat ini, BMKG mencatat bahwa hanya 20% dari jumlah Zona Musim (ZOM) Indonesia yang telah memasuki musim hujan. Wilayah yang sudah mulai merasakan hujan meliputi Aceh, Sumatera Utara, sebagian Sumatera Barat, sebagian Riau, sebagian Jambi, serta beberapa area di Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu, daerah-daerah lain masih terjebak dalam musim kemarau yang berkepanjangan.
BMKG mengimbau masyarakat untuk menggunakan sumber daya air dengan bijak, sebagai langkah mitigasi terhadap dampak kekeringan yang dapat dirasakan. Imbauan ini mencakup perlunya masyarakat mencegah terjadinya pemborosan air serta memastikan lingkungan sekitar dapat mengumpulkan dan mengalirkan air hujan dengan baik, terutama di daerah yang telah memasuki musim hujan.
Data yang dikemukakan oleh BMKG menunjukkan bahwa beberapa daerah terparah mengalami kekeringan ekstrem. Di Nusa Tenggara Timur (NTT), contohnya, Sumba Timur mencatat tidak ada hujan selama 150 hari, sedangkan Sikka dan Kota Kupang masing-masing tidak hujan selama 82 hari. Di Jawa Timur, daerah seperti Jember dan Kota Probolinggo juga mencatat kekeringan yang serupa, dengan tidak adanya hujan selama 149 hari. Hal ini menandakan bahwa beberapa daerah khususnya di Indonesia bagian timur dan selatan menghadapi tantangan berat terkait ketersediaan air.
Kekeringan berkepanjangan ini dapat memengaruhi sektor pertanian, pasokan air bersih, dan kesehatan publik. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait sangat penting untuk menghadapi dan mengatasi dampak dari fenomena cuaca ini. Berbagai upaya mitigasi dan adaptasi harus dilaksanakan untuk memastikan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim yang semakin tidak terduga.
Dalam menghadapi tantangan ini, langkah-langkah strategis harus diambil. Masyarakat diimbau untuk proaktif dalam mengelola sumber daya air dan mendukung inisiatif lokal yang berfokus pada pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Dengan demikian, diharapkan, semua lapisan masyarakat dapat menghadapi musiman kekeringan ini dengan lebih siap dan terencana.