KabarIndonesia.id — Wakil Ketua Komisi III DPR, Pangeran Khairul Saleh, menyampaikan keprihatinan yang mendalam terkait pelantikan HA, seorang tersangka asusila, sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Dalam pernyataannya pada hari Jumat, 20 September, Pangeran mengecam tindakan pelecehan yang diduga dilakukan HA terhadap anak berusia 13 tahun, dan mengekspresikan kekhawatirannya terkait pelantikan tersangka tersebut di tengah proses hukum yang belum terselesaikan.
Menurut Pangeran, situasi ini menggambarkan sebuah ironi di tengah upaya penegakan hukum dan perlindungan anak. “Bagaimana mungkin seorang tersangka asusila bisa dilantik menjadi anggota dewan? Ini adalah sebuah hal yang sangat memprihatinkan. Kami mengecam keras dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh tersangka ini,” ujarnya. Pernyataan ini bukan hanya mencerminkan sikap tegas terhadap kejahatan seksual, tetapi juga menyoroti tanggung jawab aparat penegak hukum dalam menangani kasus yang melibatkan pelaku delik serius.
Lebih lanjut, Pangeran mempertanyakan kehadiran aparat kepolisian yang terkesan absen dalam menangani proses hukum terkait HA. Meski kasus ini telah berjalan sejak tahun 2023, HA dikabarkan tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan dari Polres Singkawang, dengan alasan sakit jantung. “Pertanyaan yang muncul adalah mengapa pihak kepolisian membiarkan keadaan ini berlangsung. Mengingat video yang beredar menunjukkan tersangka dalam kondisi sehat, maka tindakan lebih lanjut seharusnya diambil.”
Menurut Pangeran, HA seharusnya dapat langsung ditahan mengingat ancaman hukuman yang lebih dari lima tahun. Ia menekankan pentingnya perhatian dari Kapolri terhadap kasus ini untuk memastikan keberlanjutan proses hukum yang adil. “Kami mendesak agar Kapolri menjadikan kasus ini sebagai perhatian khusus agar segera diselesaikan demi kepastian hukum yang seadil-adilnya,” tegasnya.
HA, dalam kasus ini, dikenakan Pasal 81 juncto Pasal 82 Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun, serta tambahan sepertiga tahun karena kedudukan pelaku sebagai tokoh masyarakat. Selain itu, ia juga dijerat dengan UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Pernyataan Pangeran ini mencerminkan suara masyarakat yang menginginkan keadilan, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual, terutama yang menyasar anak di bawah umur. Ini adalah langkah penting dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak dan memperkuat integritas lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia.