Mahkamah Konstitusi Sidangkan 11 Gugatan terhadap UU TNI yang Baru Disahkan

Ilustrasi - Ruang sidang MK

KabarIndonesia.id — Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memulai sidang atas sebelas perkara pengujian formil dan materiil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Sidang perdana berlangsung di Gedung MK RI, Jakarta, pada Jumat (9/5/2025), dimulai pukul 09.00 WIB dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.

Sebelas perkara tersebut dibagi dalam tiga panel majelis hakim konstitusi.

Panel pertama yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah, menangani empat perkara sekaligus: Perkara Nomor 56, 57, 68, dan 75/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 56 diajukan oleh tiga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia: Muhammad Bagir Shadr, Muhammad Fawwaz Farhan Farabi, dan Thariq Qudsi Al Fahd.

Sementara itu, Perkara Nomor 57 yang dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya—Bilqis Aldila Firdausi, Farhan Azmy Rahmadsyah, dan Lintang Raditya Tio Richwanto—dinyatakan ditarik dalam persidangan.

Perkara Nomor 68 diajukan oleh gabungan dari advokat, konsultan hukum, dan mahasiswa, yaitu Prabu Sutisna, Haerul Kusuma, Noverianus Samosir, Christian Adrianus Sihite, Fachri Rasyidin, dan Chandra Jakaria.

Adapun Perkara Nomor 75 dimohonkan oleh empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada: Muhammad Imam Maulana, Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban, Nathan Radot Zudika Parasian Sidabutar, dan Ursula Lara Pagitta Tarigan.

Panel kedua diketuai oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani. Mereka menyidangkan Perkara Nomor 45, 55, 69, dan 79/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 45 diajukan oleh tujuh mahasiswa FH Universitas Indonesia, yaitu Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siaahan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R. Yuniar A. Alpandi.

Perkara Nomor 55 diajukan oleh dua karyawan swasta: Christian Adrianus Sihite dan Noverianus Samosir.

Sementara Perkara Nomor 69 berasal dari lima mahasiswa FH Universitas Padjadjaran, yakni Moch Rasyid Gumilar, Kartika Eka Pertiwi, Akmal Muhammad Abdullah, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando.

Adapun Perkara Nomor 79 dimohonkan oleh enam mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya: Endrianto Bayu Setiawan, Raditya Nur Sya’bani, Felix Rafiansyah Affandi, Dinda Rahmalia, Muhamad Teguh Pebrian, dan Andrean Agus Budiyanto.

Panel ketiga dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan anggota Enny Nurbaningsih dan Anwar Usman. Panel ini menangani Perkara Nomor 58, 66, dan 74/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 58 dimohonkan oleh mahasiswa Universitas Putera Batam dari Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Hidayatuddin, serta Respati Hadinata dari Politeknik Negeri Batam.

Pemohon Perkara Nomor 66 adalah mahasiswa program magister Universitas Indonesia: Masail Ishmad Mawaqif, Reyhan Roberkat, Muh Amin Rais Natsir, dan Aldi Rizki Khoiruddin.

Sementara itu, Perkara Nomor 74 diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia: Abdur Rahman Aufklarung, Satrio Anggito Abimanyu, Irsyad Zainul Mutaqin, dan Bagus Putra Handika Pradana.

Pemeriksaan pendahuluan berlangsung selama dua jam. Setelah mendengarkan pokok-pokok permohonan dari masing-masing pemohon, para hakim konstitusi memberikan sejumlah catatan dan masukan untuk penyempurnaan materi gugatan.

Selain sebelas perkara yang telah disidangkan hari ini, terdapat beberapa perkara lain yang masih menunggu jadwal sidang. Di antaranya adalah Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, KontraS, serta sejumlah aktivis.

Perkara lainnya, yakni Nomor 82/PUU-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh mahasiswa FH UGM, juga belum dijadwalkan untuk sidang. Sedangkan satu permohonan lain yang diajukan oleh perseorangan atas nama Mohammad Arijal Aqil dan rekan-rekan masih dalam proses registrasi di Mahkamah.

Sidang-sidang ini menandai langkah awal pengujian terhadap legalitas dan konstitusionalitas perubahan UU TNI yang disahkan tahun ini dan tengah menuai perdebatan di tengah masyarakat.