KabarIndonesia.id — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, telah diputus melanggar kode etik dan dikenakan sanksi sedang. Salah satu hukuman yang dijatuhkan adalah pemotongan penghasilan sebesar 20 persen. Dalam putusannya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK mencermati berbagai aspek yang memberatkan dan meringankan keputusan tersebut.
Albertina Ho, anggota Dewas KPK, mengungkapkan bahwa faktor yang memberatkan adalah ketidaknyamanan Ghufron dalam menyadari kesalahannya serta penundaan yang dilakukannya selama persidangan. “Terperiksa tidak kooperatif, sering menunda-nunda jalannya persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang. Sebagai pimpinan KPK, Ghufron seharusnya menjadi teladan dalam penegakan etik, namun ia justru melakukan sebaliknya,” kata Albertina di ruang sidang Dewas KPK pada Jumat (6/9/2024).
Di sisi lain, poin yang meringankan adalah fakta bahwa Ghufron belum pernah dijatuhi sanksi etik sebelumnya.
Dewas KPK memutuskan bahwa Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021 tentang penegakan kode etik dan kode perilaku KPK.
Sanksi yang dijatuhkan mencakup teguran tertulis untuk memastikan Ghufron tidak mengulangi pelanggaran dan tetap mematuhi kode etik serta kode perilaku KPK. “Pemotongan penghasilan sebesar 20 persen dari gaji bulanan selama enam bulan juga diterapkan,” ungkap Tumpak Hatorangan Panggabean, Ketua Dewan KPK dan Ketua Majelis, pada Jumat (6/9/2024).