KabarIndonesia.id — Dalam kurun waktu seminggu terakhir, aparat kepolisian Republik Indonesia di wilayah Jawa Timur berhasil menemukan dua ladang ganja yang siap panen di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Penemuan ini menyoroti tantangan serius yang dihadapi oleh pihak berwenang dalam pemberantasan narkotika di Indonesia, serta menunjukkan respon cepat dari aparat dalam mengatasi masalah ini.
Penemuan ladang ganja pertama dilakukan oleh tim Polres Lumajang di lereng Gunung Semeru, tepatnya di Desa Argosari, Senduro, Lumajang. Kabagops Polres Lumajang, Kompol Jauhar Maarif, menjelaskan bahwa informasi mengenai aktivitas mencurigakan di area tersebut berasal dari laporan masyarakat. Menindaklanjuti laporan tersebut, tim gabungan Polres Lumajang melakukan pengecekan pada Rabu, 18 September. Dalam penggerebekan itu, mereka menemukan ratusan pohon ganja yang siap panen dengan tinggi mencapai 1,5 hingga 2 meter, dengan dugaan usia tanaman sekitar tiga sampai empat bulan. Selain itu, dua orang warga setempat ditangkap sebagai pelaku penanaman.
Lokasi tanam ganja yang tersembunyi dan medan yang terjal menunjukkan upaya yang cukup cerdik dari para pelaku untuk menghindari deteksi dari pihak berwajib. Jauhar menyatakan, “Para pelaku sangat cerdik dalam memilih lokasi. Mereka memanfaatkan medan yang ekstrem untuk mengelabui petugas.” Tim gabungan dari TNI, Polri, dan petugas TNBTS berhasil mengidentifikasi empat titik berbeda, yang totalnya menghasilkan penyitaan sekitar 453 tanaman ganja.
Penemuan kedua dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Narkoba Polda Jawa Timur di lokasi yang sama pada 24 September. Kombes Robert Da Costa, Direktur Reserse Kriminal Narkoba Polda Jawa Timur, mengungkapkan bahwa timnya menemukan total 48 ribu pohon ganja yang ditanam di lahan seluas 1,5 hektare. Empat orang tersangka yang ditangkap merupakan penduduk setempat Desa Argosari. Mereka dituduh menanam ganja secara bertahap di sudut-sudut tebing di dekat lokasi yang dikenal dengan nama B29. Menurut pengakuan para tersangka, ganja yang mereka tanam ditujukan untuk pasar lokal di Jawa Timur, bukan untuk diekspor.
Kombes Robert menjelaskan, “Kami yakin masih ada pelaku lain yang terlibat dalam kasus ini, baik sebagai otak pelaku, pemodal, maupun pengedar.” Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penegakan hukum telah dilakukan, jaringan peredaran narkoba di wilayah tersebut masih membutuhkan perhatian lebih dari pihak berwenang.
Kasus ini mencerminkan perlunya kerjasama antara masyarakat dan aparat dalam memperangi penyalahgunaan narkotika. Dengan semangat kolaborasi dan kesigapan dari pihak kepolisian, diharapkan bahwa kasus-kasus serupa dapat diminimalisir di masa mendatang, sehingga lingkungan, terutama kawasan taman nasional yang seharusnya dilindungi, tetap terjaga dari pengaruh negatif berupa aktivitas ilegal semacam ini. Pengembangan lebih lanjut dari penyelidikan akan memberikan harapan untuk menuntaskan jaringan pengedar ganja yang lebih luas di wilayah Jawa Timur.