Pimpinan KPK dan Dewas Buka Suara Mengenai Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)/Ist

KabarIndonesia.id — Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Panitia Seleksi (Pansel) agar tidak meloloskan calon pimpinan dan anggota Dewas KPK periode 2024-2029 yang terbukti memiliki cacat etik. Pernyataan ini disampaikan oleh Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, usai sidang pembacaan putusan terkait kode etik yang melibatkan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, pada Jumat (6/9) malam. Meskipun telah menjalani pemeriksaan, Ghufron masih bertahan dalam kontestasi calon pimpinan (capim) KPK.

“Kami mengimbau kepada pansel pimpinan dan dewas KPK agar tidak meloloskan siapa pun yang memiliki catatan cacat etik sebagai pimpinan atau anggota Dewas KPK,” tegas Syamsuddin. “Karena hal ini menyangkut masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.”

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menegaskan bahwa Dewas KPK telah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum menjatuhkan putusan terhadap Nurul Ghufron. Alex juga mengungkapkan bahwa dirinya telah dua kali diperiksa oleh Dewas dalam kasus tersebut. “Saya kira Dewas sudah mempertimbangkan segala aspek, terutama fakta-fakta yang terungkap selama proses pemeriksaan dan klarifikasi. Saya juga dua kali diperiksa, terkait tindakan Ghufron, dan saya yakin semua sudah dipertimbangkan dengan baik,” jelas Alex di Jakarta Selatan.

Alex menekankan bahwa pimpinan KPK tidak campur tangan dalam keputusan Dewas tersebut, dan keputusan tersebut tidak dapat dibandingkan. “Apakah ada intervensi dari pimpinan? Tidak mungkin, kami tidak terlibat dalam hal itu,” ungkapnya.

Di sisi lain, setelah menjalani sidang, Nurul Ghufron menyatakan bahwa dirinya sepenuhnya menyerahkan keputusan kepada pansel capim KPK dan tidak memiliki kuasa untuk memengaruhi independensi pansel. Ghufron masih menjadi salah satu dari 40 kandidat capim KPK yang telah mengikuti tahap penilaian profil.

Hari ini, Ghufron dijatuhi sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji sebesar 20 persen selama enam bulan. Sanksi ini diberikan karena ia terbukti menyalahgunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi, yang dianggap melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 mengenai integritas pegawai KPK.

Ghufron diduga menggunakan posisinya untuk memengaruhi Kasdi Subagyono, Sekretaris Jenderal sekaligus Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, guna memindahkan Andi Dwi Mandasari, pegawai Inspektorat II Kementerian Pertanian, ke Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian di Malang. Permohonan tersebut dipenuhi oleh Kasdi. Komunikasi terkait mutasi ini dilakukan bersamaan dengan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sapi di Kementan yang tengah ditangani oleh KPK, dan kasus tersebut diduga melibatkan anggota DPR RI.