KabarIndoensia.id — Dalam salah satu panel diskusi pada International Sustainability Forum (ISF) 2024, pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) menjadi sorotan utama. Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti, menegaskan pentingnya penerapan RUU EBET untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.
Saat ini, pemerintah dan DPR masih dalam proses penyusunan RUU EBET. Namun, di tengah desakan atas urgensi RUU tersebut, terdapat pro dan kontra terkait skema power wheeling, yang menjadi salah satu ketentuan utama dalam undang-undang ini. Skema power wheeling, yang memungkinkan produsen listrik independen (IPP) untuk mengirimkan listrik melalui jaringan transmisi atau distribusi milik pihak lain seperti PLN, menuai berbagai pendapat.
Beberapa pihak menilai skema ini sebagai bentuk liberalisasi sektor ketenagalistrikan, menciptakan mekanisme multi-buyer multi-seller (MBMS) yang memungkinkan baik pihak swasta maupun negara menjual energi listrik di pasar terbuka atau langsung ke konsumen akhir. Mereka khawatir skema ini dapat menggerus permintaan listrik dari PLN dan menambah beban APBN karena biaya yang harus ditanggung negara.
Di sisi lain, ada pandangan bahwa power wheeling memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor ketenagalistrikan Indonesia jika diterapkan dengan baik. Skema ini diharapkan dapat mendorong efisiensi dalam pemanfaatan jaringan listrik dan memperkuat kompetisi di pasar energi.
Ketua Umum DPP SP PT PLN (Persero), M Abrar Ali, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa power wheeling dapat mengurangi permintaan listrik dari PLN hingga 30 persen dan permintaan dari pelanggan tegangan tinggi hingga 50 persen, yang dapat berdampak pada keuangan negara. Selain itu, power wheeling dinilai bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2022 yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004.
Skema ini juga berpotensi meningkatkan beban pada jaringan transmisi dan distribusi, terutama jika tidak dikelola dengan baik, serta dapat mengurangi pendapatan PLN jika banyak konsumen besar memilih membeli listrik langsung dari IPP. Namun, power wheeling juga menawarkan peluang untuk mendorong persaingan di sektor ketenagalistrikan, yang dapat menurunkan harga listrik dan menarik investasi di sektor energi terbarukan.
Untuk memastikan penerapan power wheeling dapat memberikan manfaat optimal, diperlukan perencanaan jaringan yang matang agar jaringan transmisi dan distribusi mampu menampung tambahan beban. Pemerintah harus menetapkan mekanisme tarif yang jelas dan transparan, memperkuat peran regulator untuk mengawasi pelaksanaan skema, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di sektor ketenagalistrikan.
Evaluasi berkala terhadap pelaksanaan power wheeling juga penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang muncul. Ketentuan dalam RUU EBET harus dirumuskan dengan jelas dan komprehensif, mencakup definisi power wheeling, persyaratan teknis, mekanisme penyelesaian sengketa, serta perlindungan konsumen.
Secara keseluruhan, meskipun power wheeling memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor ketenagalistrikan Indonesia, implementasinya harus dilakukan dengan hati-hati dan perencanaan yang matang agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.