Tupperware: Dari Kejayaan Hingga Kebangkrutan di Tahun 2024

Foto: Tupperware./Ist

kabarIndonesia.id — Tupperware, perusahaan asal Amerika yang telah mencatatkan sejarahnya sejak tahun 1940, kini sedang menghadapi tantangan besar berupa kebangkrutan. Melihat kembali perjalanan perusahaan alat dapur ikonik ini, keputusan untuk renungan mendalam terkait pemilik serta penyebab kebangkrutannya pada tahun 2024 adalah sangat relevan.

Pada masa pandemi Covid-19, Tupperware sempat menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan. Penjualan melonjak selama periode tersebut, ketika banyak orang mencari alternatif untuk memasak di rumah. Namun, memasuki tahun 2023, penurunan penjualan mulai terlihat, seperti yang dilaporkan oleh Business Insider. Saham Tupperware pada 10 April 2023 tercatat hanya setengah dari nilai penjualan yang biasanya mereka capai, sebuah indikasi yang memperingatkan bahwa perusahaan ini mungkin berada di ambang penutupan.

Pada periode akuntansi yang sama, Tupperware mengumumkan akan menunda laporan keuangan kuartal. Kebijakan tersebut disampaikan dalam pengajuan resmi ke SEC pada Agustus 2023. Dalam dokumen tersebut, Tupperware mengungkapkan, “Kami mengidentifikasi beberapa kesalahan penyajian pada periode sebelumnya dan kelemahan material dalam pengendalian internal atas pelaporan keuangan.” Penundaan ini meluas hingga triwulan keempat, dengan pengajuan yang berbeda pada September 2023.

Langkah-langkah tersebut mengindikasikan masalah mendalam di dalam struktur keuangan perusahaan. Pada 17 September 2024, Tupperware secara resmi mengumumkan ketidakmampuannya untuk bertahan dalam kondisi pasar yang menantang dan hasil kinerja yang minim selama setahun terakhir. CEO Tupperware, Laurie Ann Goldman, menegaskan, “Selama beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan makroekonomi yang menantang.”

Pengajuan kebangkrutan Tupperware mencakup klaim aset antara 500 juta hingga 1 miliar dolar AS, serta klaim kewajiban yang berkisar antara 1 miliar hingga 10 miliar dolar AS. Informasi ini diungkap dalam surat pengajuan yang resmi.

Mengenai sejarahnya, pendiri Tupperware, Earl Silias Tupper, lahir di Amerika Serikat pada tahun 1907. Ia memulai karir bisnisnya pada usia 21 tahun, berkolaborasi dengan perusahaan berbasis inovasi dan riset. Karyanya dalam mengembangkan plastik yang tidak hanya kuat dan ringan, tetapi juga aman dan bening, menjadi fondasi awal bagi produk-produk Tupperware. Tupper mendirikan perusahaan bernama Poly-T pada tahun 1938 sebelum merilis produk Tupperware pertama pada tahun 1940-an. Bisnis ini melejit secara internasional hingga mencakup berbagai wilayah di Eropa, Amerika Tengah, dan Selatan pada tahun 1960-an.

Seiring berjalannya waktu, Tupperware mengalami beberapa perubahan kepemilikan. Perusahaan ini sempat diakuisisi oleh Kraft, sebuah perusahaan makanan, pada tahun 1980-an. Namun saat ini, Tupperware dimiliki oleh kombinasi saham dari berbagai investor, baik perorangan maupun perusahaan.

Dengan kebangkrutan yang saat ini dihadapi, banyak yang bertanya mengenai masa depan merek yang telah menjadi simbol inovasi di dunia dapur. Seperti yang terbukti, dinamika pasar dan perubahan perilaku konsumen dapat berdampak signifikan pada keberlangsungan sebuah perusahaan, termasuk Tupperware. Ke depannya, tantangan bagi Tupperware adalah untuk memangkas kerugian dan menemukan kembali relevansi di tengah persaingan pasar yang semakin ketat.