Usulan Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Gus Dur: Langkah Menuju Rekonsiliasi Bangsa

Pimpinan MPR Dorong Soeharto dan Gus Dur Diberi Gelar Pahlawan./Ist

KabarIndonesia.id — Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Bambang Soesatyo, yang akrab disapa Bamsoet, mengungkapkan pandangannya mengenai pentingnya pengakuan terhadap dua sosok presiden Indonesia, yakni Presiden ke-2 Soeharto dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dengan memberikan mereka gelar pahlawan nasional. Pernyataan ini disampaikan Bamsoet setelah Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan 2019-2024 di kompleks parlemen Jakarta.

Bamsoet menekankan bahwa tidak seharusnya ada warga negara Indonesia, terlebih seorang pemimpin besar, yang harus menghadapi hukuman tanpa melalui proses hukum yang fair dan adil. Hal ini mencerminkan semangat persatuan bangsa yang harus dirajut kembali. Menurutnya, “Tidak perlu ada lagi dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu dan terlibat pada berbagai peristiwa kelam pada masa lalu.” Ungkapan ini menunjukkan keinginan untuk mendamaikan sejarah dan membangun identitas bangsa yang lebih positif.

Di sisi lain, MPR juga telah menerima surat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berkaitan dengan status hukum Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid. PKB, yang dikenal sebagai partai yang dipimpin Gus Dur, mengajukan agar ketetapan tersebut dianulir. Bamsoet menjelaskan bahwa posisi hukum ketetapan ini sudah tidak berlaku lagi, mengacu pada Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 yang telah membahas status hukum ketetapan MPRS dan MPR dari tahun 1960 hingga 2002.

Pernyataan Bamsoet dan langkah-langkah yang diambil oleh MPR mencerminkan upaya untuk menciptakan rekonsiliasi nasional. Dengan merujuk pada sejarah pemakzulan Gus Dur pada tanggal 21 Juli 2001 yang dinilai bermuatan politik, MPR berusaha memperbaiki citra dan pengakuan terhadap kedua tokoh tersebut. Gus Dur dihapus dari kursi kepresidenan melalui Sidang Istimewa MPR, yang mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden kelima RI, sementara Hamzah Haz menjadi Wakil Presiden.

Proses pemakzulan Gus Dur memberikan dampak signifikan terhadap mekanisme pemecatan presiden di Indonesia. Sejak saat itu, prosedur untuk menggulingkan seorang presiden menjadi lebih rumit, mensyaratkan adanya pemeriksaan dan keputusan dari Mahkamah Konstitusi sebelum dilanjutkan ke MPR. Hal ini menunjukkan pentingnya perlindungan hukum bagi pemimpin negara dan mempertegas komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan sejarah yang sama.

Melalui serangkaian pernyataan dan tindakan ini, MPR di bawah pimpinan Bamsoet berusaha untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara dan mempromosikan persatuan. Usulan untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dan Gus Dur bukan hanya sebuah pengakuan, tetapi juga langkah simbolis yang diharapkan dapat menyatukan bangsa untuk melangkah maju, dengan meninggalkan dendam masa lalu. Langkah ini diharapkan mampu membuka jalan bagi generasi mendatang untuk memahami sejarah dengan lebih bijak, tanpa terjebak dalam pertikaian yang tidak lagi relevan.