KabarIndonesia.id — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional mengkritisi keputusan Presiden Joko Widodo untuk membuka kembali ekspor pasir laut setelah 20 tahun ditutup. Walhi menilai kebijakan ini akan memperburuk dampak krisis iklim dan membahayakan pulau-pulau kecil di Indonesia yang terancam tenggelam.
Dalam utas di akun X, Walhi menyebutkan bahwa pulau-pulau kecil sudah banyak yang hilang akibat krisis iklim dan penambangan pasir laut hanya akan memperparah situasi tersebut. Mereka mengungkapkan bahwa banyak nelayan akan terpaksa beralih profesi akibat dampak ekspor pasir laut, serta akan ada masalah sosial di komunitas pesisir seperti yang dialami di Pulau Kodingareng atau Rupat.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Zuhadi, mengkritik peraturan pelaksana yang dikeluarkan pemerintah karena dianggap bertentangan dengan UU 32/2014 tentang Kelautan. Zenzi menjelaskan bahwa undang-undang tersebut menekankan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut, serta pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan laut.
Selain itu, Zenzi juga mempertanyakan peran DPR dalam mengawasi pelaksanaan undang-undang dan menegur eksekutif jika terjadi pelanggaran.
Sebelumnya, pemerintah membuka kembali ekspor pasir laut melalui Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024, sebagai tindak lanjut dari PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Pemerintah menekankan bahwa izin ekspor hanya akan diberikan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan tidak dilakukan secara sembarangan.
Penolakan terhadap kebijakan ini datang dari berbagai pihak, termasuk organisasi lingkungan seperti Greenpeace, mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, serta para nelayan yang khawatir akan dampak lingkungan dan sosial dari kebijakan tersebut.