KabarIndonesia.id — Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) menetapkan 15 orang sebagai tersangka dugaan kasus pungutan liar (Pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang (KPK), Jumat, (15/03).
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, salah satu diantara tersangka merupakan Kepala Rutan Cabang KPK devenitif AF.
“Diantaranya AF Kepala Rutan Cabang KPK, HK (Pegawai Negeri yang dipkerjakan (PNYD) yang bertugas sebagai petugas cabang Rutan KPK Periode tahun 2018-2022), DR (PNYD petugas pengamanan dan PLT Kepala cabang Rutan KPK periode 2018), SH (PNYD petugas pengamanan), RT (PNYD Petugas cabang Rutan KPK dan PLT Kepala cabang Rutan KPK priode 2021), ARH (PNYD Petugas cabang Rutan KPK), AN (PNYD Petugas cabang Rutan KPK), EAP (PNYD Petugas cabang Rutan KPK periode 2018-2022), MR (Petugas cabang Rutan KPK), SH (Petugas cabang Rutan KPK), RUA (Petugas cabang Rutan KPK), MHA (Petugas cabang Rutan KPK), WD (Petugas cabang Rutan KPK), MA (Petugas cabang Rutan KPK), dan RR (Petugas cabang Rutan KPK),” sebut Asep.
Asep mengatakan, rencana pungli pada Rutan Cabang KPK tersebut dilakukan sejak tahun 2019 lalu. Dimana DR yang saat itu menjabat sebagai PLT Kepala Cabang Rutan melakukan pertemuan dengan HK, MR, RUA dan RR salah satu Cafe di wilayah Jakarta Selatan.
Pertemuan tersebut lanjut Asep, bertujuan untuk menunjuk lurah di tiga Rutan Cabang KPK. MR kemudian ditunjuk sebagai Lurah di Rutan cabang KPK Pommdam Jaya Guntur, MHA sebagai Lurah di Rutan cabang KPK gedung merah putih, dan SH Lurah di Rutan cabang KPK pda gedung C1.
“Ini (Lurah) bukan struktur resmi, ini struktur yang mereka buat sendiri,” terang Asep.
Berlanjut hingga tahun 2020, terjadi pergantian komposisi personel Lurah. Diantaranya WD, MA, RR dan RUA.
Adapun tugas sebagai lurah, yaitu mengumpulkan dan membagikan sejumlah uang dari para tahanan melalui koordinator tahanan atau koordinator tempat tinggal (korting) di tiga rutan cabang tersebut.
Sementara Korting, merupakan perwakilan tahanan yang tugasnya sebagai pengumpul sejumlah uang dari para tahanan.
“Jadi ditunjuklh koordinator tempat tinggal (Korting), ini dari Napi sendiri. Nantinya para Lurah berhubungan (meminta uang Pungli) tidak dengan keseluruhan (Napi) tapi melalui Korting tersebut,” bebernya.
Penunjukan Korting sendiri, merupakan inisiatif dari HK yang dilanjutkan oleh AF saat menjabat selaku Kepala Rutan cabang KPK devenitif tahun 2022.
Sementara Modus yang ditawarkan oleh HK dkk kepada Napiberupa fasilitas eksklusif diantaranya, percepatan masa isolasi, layanan menggunakan HP dan power bank, hingga informsi sidak.
Sementara bagi para tahanan yang tidak memberikan setoran akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan tahanan yang memberikan setoran.
“Para tahanan yang tidak atau terlambat menyetor akan diberikan perlakuan yang tidak nyaman diantaranya tahanan dikunci dari luar, pengurangan waktu jatah olahraga, dan mendapat jatah piket kebersihan lebih banyak,” katanya.
Besaran uang yang disetorkan oleh tahanan untuk mendapatkan fasilitas eksklusif tersebut berfariasi mulai dari Rp300.000 hingga Rp20.000.000 yang disetorkan tunai mapun transfer rekening bank yang dikendalikan oleh Lurah dan Korting.
Mengenai pembagian besaran uang yang diterima HK dkk juga berfariasi, berdasarkan dari posisi dan tugas. Perbulan mulai dari Rp500.000 sampai dengan Rp10.000.000.
“AF dan RT masing-masing mendapatkan Rp10.000.000. HK, EAP, DR, SH, ARH, AN masing-masing mendapatkan Rp3.000.000 – Rp10.000.000 perbulan. Kemudian komandan regu dan petugas rutan masing-masing mendapatkan Rp500.000 – Rp.1.000.000,” terang Asep.
Selain itu, untuk melancarkan aksinya HK dkk menggunakan istilah atau password diantaranya “banjir” yang berarti info sidak, “kandang burung” dan “pakan jagung” yang berarti transaksi uang, dan “botol” yang berarti hp dan uang tunai.
“Jadi menggunakan istilah-istilah yang diciptakan yang hanya diketahui oleh mereka,” ungkap Asep.
Dalam rentang waktu antara 2019 – 2023, besaran jumlah uang yang ditrima HK dkk sejumlah 6,3 M.
Akibat perbuatannya, tersangka AF dkk disangkakan melanggar pasal 12 huruf e undang-undang republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang no 31 tahun 1999 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 1 ke 1 KUHP.