Amnesty: Pidato Menteri Yusril Soal HAM Hanya Retorika Kosong

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

KabarIndonesia.id — Dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang digelar di kantor Komnas HAM pada 10 Desember 2024, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan komitmen pemerintah untuk terus memperjuangkan penegakan HAM di Indonesia. Namun, pernyataan tersebut mendapat kritik tajam dari Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, yang menilai pidato Menteri Yusril sebagai “retorika kosong” yang tak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

Menurut Usman Hamid, meskipun sejak Reformasi Indonesia telah membuat banyak kemajuan dalam hal landasan hukum dan regulasi HAM, realitasnya, banyak kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan. “Pernyataan Menteri Yusril sangat mudah terbantahkan oleh fakta-fakta yang ada di lapangan, terutama jika pemerintah mau membuka mata,” ujarnya. Ia menambahkan, meski pemerintah mengklaim telah melakukan upaya untuk menegakkan HAM, kenyataannya pelanggaran HAM—termasuk kasus-kasus pelanggaran masa lalu—belum tuntas diusut.

Usman menyoroti adanya ketidaksesuaian antara pernyataan pemerintah dengan tindakan di lapangan. “Retorika kosong ini hanya menegaskan kegagalan negara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM dan justru melanggengkan budaya impunitas di kalangan aparat keamanan,” tegasnya.

Pelanggaran HAM di Kuningan dan Ketidaksinkronan Komitmen Pemerintah

Usman juga mengkritik pernyataan Yusril yang menekankan pentingnya kesetaraan hak bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Hal tersebut, kata Usman, bertolak belakang dengan pelanggaran HAM yang baru saja terjadi di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada 6-8 Desember 2024, Pemerintah Kabupaten Kuningan melarang pertemuan yang digelar oleh Jemaah Ahmadiyah. Padahal, pernyataan Menteri Yusril di acara tersebut mengklaim bahwa pemerintah menjamin hak asasi setiap warga negara tanpa memandang latar belakang apapun.

Ironisnya, pelarangan terhadap Jemaah Ahmadiyah tersebut terjadi hanya dua hari setelah Presiden Prabowo Subianto mengingatkan pentingnya keberagaman dan kerukunan sebagai landasan persatuan bangsa. “Ketidaksinkronan antara retorika dan kenyataan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah,” kata Usman, yang menilai bahwa pemerintah belum cukup serius dalam menegakkan komitmennya terhadap HAM.

Pengabaian Terhadap Hak Sipil dan Politik

Usman juga menyoroti penekanan Menteri Yusril pada Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ESCB), yang dinilai telah menjadi fokus utama pemerintah. Namun, ia menilai pemerintah selama ini cenderung mengabaikan hak sipil dan politik. Hal ini terlihat jelas dengan maraknya tindakan kriminalisasi terhadap kelompok yang menentang kebijakan pemerintah, baik dalam aksi damai di jalanan maupun melalui media sosial.

“Orang-orang yang menolak proyek-proyek strategis nasional atau yang menyuarakan kritik terhadap pemerintah sering kali menjadi sasaran kriminalisasi dan persekusi. Ini menunjukkan betapa sempitnya ruang sipil di Indonesia saat ini,” tegas Usman. Ia pun menekankan pentingnya tindakan konkret dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM dan menjamin proses hukum yang adil bagi korban.

Komitmen Pemerintah dalam Menegakkan HAM

Sementara itu, dalam pidatonya, Menteri Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto akan melanjutkan upaya-upaya penegakan HAM yang telah dimulai oleh pemerintahan sebelumnya. Yusril juga menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan perlakuan yang setara di hadapan hukum, serta memiliki hak yang sama untuk menikmati hak-hak dasar ekonomi, sosial, dan budaya tanpa diskriminasi.

Tuntutan untuk Tindakan Nyata

Mengakhiri komentarnya, Usman Hamid menekankan bahwa sudah saatnya bagi pemerintah untuk berhenti dengan pidato-pidato retoris dan mulai mengambil tindakan nyata dalam menegakkan HAM. “Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM tidak boleh ditunda lagi. Negara harus segera menuntaskan pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM dengan proses hukum yang transparan dan adil,” ujarnya.

Bagi Usman, keberhasilan penegakan HAM di Indonesia tidak hanya diukur dari pernyataan-pernyataan dalam acara seremonial, tetapi juga dari seberapa besar keseriusan pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah lama terabaikan.