KPK Periksa Dua Pejabat Bank BJB Terkait Korupsi Proyek Iklan Bernilai Ratusan Miliar

Ilustarsi - Gedung KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)./Ist

KabarIndonesia.id — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dan memeriksa dua individu penting dalam penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan proyek iklan di lingkungan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) untuk periode 2021 hingga 2023.

Kedua saksi tersebut dikenal dengan inisial IM dan PB alias IP. Demikian disampaikan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, kepada awak media di Jakarta pada Senin.

Indra Maulana, yang menjabat sebagai Group Head Humas Divisi Corporate Secretary Bank BJB, disebut sebagai IM. Sementara itu, PB alias IP merujuk pada Purwana Bagja, yang diketahui menduduki posisi sebagai Manajer Grup Marketing Komunikasi di institusi perbankan daerah tersebut.

Tessa mengonfirmasi bahwa pemeriksaan terhadap kedua saksi dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sebagai bagian dari pengumpulan informasi mendalam yang berkaitan dengan aliran dana dan proses pelaksanaan proyek.

Dalam pengembangan kasus ini, penyidik KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR), serta Kepala Divisi Corporate Secretary yang juga bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), Widi Hartoto (WH).

Selain itu, turut ditetapkan pula tiga pelaku dari pihak swasta, yakni Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Suhendrik (S), yang menguasai BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali dari perusahaan Cipta Karya Sukses Bersama.

Kelimanya dikenai sangkaan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Berdasarkan hasil sementara, tim penyidik menduga bahwa praktik korupsi tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang mencapai angka signifikan, yakni sekitar Rp222 miliar. Angka ini mencerminkan kompleksitas dan skala korupsi yang tengah dibongkar oleh lembaga antirasuah.