KabarIndonesia.id — Makassar, Pengadilan Negeri Makassar menggelar sidang perdana gugatan perlawanan eksekusi atas perkara asal No. 239/PDT.G/2019/PN MKS yang diajukan oleh Warga Bara-Barayya terhadap Itje Siti Aisyah, Pada Hari Selasa (11/03/2025).
Sidang yang berlangsung di Ruang Prof. Oemar Seno Adji, S.H. ini turut dihadiri oleh Aliansi Bara-Barayya, sementara Itje Siti Aisyah sebagai pihak Terlawan Eksekusi tidak hadir dan hanya diwakili oleh kuasa hukumnya, Agusta R. Lasompuh, S.H., M.H.
Sidang ini diwarnai temuan mengejutkan. Majelis Hakim menemukan dua tanda tangan yang berbeda dengan nama Itje Siti Aisyah dalam dokumen persidangan. Fakta ini diungkapkan oleh Muhammad Ansar, kuasa hukum Warga Bara-Barayya dari LBH Makassar.
“Jika dibandingkan dengan dokumen yang kami miliki, tanda tangan Itje Siti Aisyah dalam surat kuasa yang diperlihatkan di persidangan sangat jauh berbeda, sama sekali tidak identik,” ungkap Ansar.
Dugaan pemalsuan tanda tangan semakin memperkuat spekulasi adanya mafia tanah dalam konflik lahan yang telah berlangsung bertahun-tahun di Bara-Barayya.
Gugatan perlawanan eksekusi ini berawal dari permohonan eksekusi yang diajukan oleh Itje Siti Aisyah. Warga dan Aliansi Bara-Barayya menolak permohonan tersebut dengan alasan bahwa Terlawan Eksekusi tidak memiliki hak hukum yang sah atas tanah yang disengketakan.
Menurut LBH Makassar, dalam gugatan yang diajukan, telah diurai sejumlah dalil hukum yang menunjukkan bahwa Itje Siti Aisyah bukanlah ahli waris yang sah dari tanah yang menjadi objek sengketa.
Berdasarkan penetapan Pengadilan Agama Makassar, para penggugat dalam perkara asal adalah ahli waris dari Modhinoeng Dg. Matika, sementara Itje Siti Aisyah memiliki garis keturunan waris yang berbeda.
Lebih lanjut, dalam perkara asal tahun 2019, gugatan hanya diajukan oleh Nurdin Dg. Nombong tanpa mewakili ahli waris lain dari Modhinoeng Dg. Matika. Berdasarkan Pasal 832 dan Pasal 833 KUHPerdata, jelas bahwa Itje Siti Aisyah tidak memiliki dasar hukum untuk mengajukan permohonan eksekusi.
Ketidakhadiran Itje Siti Aisyah dalam persidangan semakin mempertebal dugaan adanya praktik mafia tanah. Sejak kasus ini pertama kali bergulir pada tahun 2017, pihak yang mengajukan gugatan selalu absen dalam persidangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar bagi warga Bara-Barayya yang sejak awal merasa menjadi korban rekayasa hukum.
“Kami menduga kuat bahwa tanda tangan dalam surat kuasa bukanlah milik Itje Siti Aisyah. Apalagi sejak awal perkara ini bergulir, ia tidak pernah muncul dalam persidangan,” tegas Ansar.
Dugaan adanya praktik mafia tanah dalam kasus ini juga menjadi alasan bagi Warga Bara-Barayya untuk melaporkan perkara ini ke Polda Sulsel. Warga berharap kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini dan mengungkap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam upaya penguasaan tanah secara ilegal.
“Kami tidak akan menyerah untuk mencari bukti baru. Jelas-jelas tanah ini telah kami beli dan telah kami tempati puluhan tahun. Kami tidak akan mundur, meski sejengkal pun. Majelis hakim harus adil dalam memutus perkara ini, dan kepolisian harus lebih serius dalam mengusut dugaan mafia tanah,” kata Andarias, salah satu warga Bara-Barayya yang ikut dalam sidang.
Sidang ini menjadi momentum bagi Warga Bara-Barayya untuk terus memperjuangkan hak atas tanah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun.
Mereka berharap pengadilan dapat memberikan putusan yang adil berdasarkan fakta hukum yang ada, serta aparat penegak hukum serius dalam mengusut dugaan mafia tanah yang semakin nyata.
Sidang selanjutnya dijadwalkan akan digelar pekan depan, di mana Majelis Hakim akan kembali memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak. Warga Bara-Barayya berharap keadilan dapat ditegakkan demi mengakhiri konflik berkepanjangan yang mereka hadapi.