KabarIndonesia.id — Langkah Indonesia menuju ekonomi hijau memerlukan pengaturan yang matang dan roadmap yang terstruktur untuk mencapai target pengurangan emisi karbon,” kata Ferdy Hasiman, peneliti dari Alpha Research Database.
Ferdy Hasiman, menekankan pentingnya peta jalan yang jelas agar tujuan ambisius ini tidak hanya menjadi wacana.
“Jika serius, ekonomi hijau bisa membantu kita cepat mencapai target emisi karbon. Potensinya besar, tetapi tanpa roadmap yang jelas dan tahapan yang tegas, hasil yang diinginkan sulit tercapai.” Ia menyoroti pentingnya langkah-langkah yang sistematis untuk memastikan kemajuan di setiap tahap.
Saat ini, Indonesia menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 2025, namun pencapaian saat ini baru mencapai belasan persen. Menurut Ferdy, hambatan terbesar berasal dari tingginya biaya investasi untuk proyek energi, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Ferdy juga menyoroti kendala regulasi yang belum rampung di tingkat parlemen. Ia mengatakan, “Revisi undang-undang tentang energi baru terbarukan di DPR belum selesai. Hal ini memperlambat perkembangan energi hijau.” Ia menekankan bahwa regulasi yang kuat penting agar investor merasa yakin untuk berinvestasi.
Kepastian hukum menjadi kunci dalam menarik minat investor, terutama di sektor energi terbarukan yang berisiko tinggi dan memerlukan biaya besar. Ferdy menegaskan, “Tanpa kepastian, sulit mengundang investasi besar. Segalanya harus direncanakan dengan matang.”
Selain itu, insentif juga dianggap krusial untuk menarik investasi di sektor ini. Ferdy berharap pemerintah dapat segera menawarkan insentif yang menarik. “Saya yakin pemerintah memahami hal ini, tetapi kita perlu langkah konkret segera,” tambahnya.
Di sisi lain, pemerintah berencana untuk fokus pada investasi berkelanjutan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen, yang merupakan ambisi Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Menteri Investasi Rosan Roeslani menekankan bahwa investasi adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Rosan juga mengungkapkan bahwa perusahaan global kini lebih selektif dalam memilih lokasi investasi, mencari komitmen negara terhadap keberlanjutan. Contohnya, Sembcorp, perusahaan energi terbarukan asal Singapura, yang telah mengembangkan 13 kawasan industri hijau di Vietnam dan ingin menarik investasi serupa ke Indonesia.
Pemerintah meyakini bahwa percepatan investasi berkelanjutan akan membantu mencapai target delapan persen. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menekankan bahwa transisi energi yang cepat dan terarah adalah kunci untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam mengurangi suhu bumi.
Fabby mengusulkan beberapa langkah untuk mencapai transisi energi yang sukses, termasuk diversifikasi industri energi bersih, pembangunan infrastruktur hijau, dan inisiatif ekowisata yang ramah lingkungan. Ia juga menyerukan reformasi kebijakan untuk membuka peluang investasi di sektor energi terbarukan.
Terakhir, Fabby menegaskan bahwa transisi energi harus dilakukan secara adil dan inklusif untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Koordinator Riset Sosial Kebijakan dan Ekonomi IESR, Martha Jesica, menambahkan pentingnya kebijakan fiskal yang mendukung ekonomi rendah karbon, termasuk alokasi belanja untuk program energi terbarukan. (Sumber: KabarBursa.com/Dian Finka)