KabarIndonesia.id — Tren pakaian thrifting—membeli pakaian bekas yang sebelumnya dimiliki orang lain—telah menjadi fenomena global, termasuk di Indonesia. Selain menawarkan pilihan pakaian unik dengan harga terjangkau, thrifting juga menjadi bagian dari gerakan ramah lingkungan dengan mengurangi limbah tekstil.
Namun, di balik popularitasnya, ada beberapa risiko kesehatan yang harus diperhatikan. Pakaian bekas yang tidak dibersihkan dengan baik dapat menjadi media penyebaran berbagai penyakit dan infeksi. Artikel ini mengulas berbagai risiko penyakit yang bisa muncul dari penggunaan pakaian thrifting serta cara pencegahannya.
1. Skabies (Scabies)
Salah satu risiko kesehatan yang sering dikaitkan dengan pakaian bekas adalah skabies, yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Tungau ini berukuran mikroskopis dan bisa hidup di serat pakaian selama beberapa hari, terutama pada pakaian yang lembap atau belum dicuci.
Ketika pakaian bekas yang terkontaminasi digunakan, tungau ini bisa berpindah ke kulit manusia dan menyebabkan skabies, yang ditandai dengan rasa gatal yang hebat, terutama di malam hari.
Menurut World Health Organization (WHO), skabies adalah penyakit kulit yang sangat menular, dengan sekitar 200 juta orang di seluruh dunia yang terinfeksi pada satu waktu.
Skabies dapat menyebar dengan cepat di lingkungan padat penduduk atau melalui barang-barang yang dipakai bersama, seperti pakaian, seprai, atau handuk Kutu Tubuh (Pediculosis Corporis)
Pakaian bekas juga bisa menjadi tempat berkembang biaknya kutu tubuh (Pediculus humanus corporis).
Kutu ini hidup di serat pakaian, terutama di lipatan seperti kerah, dan berpindah ke kulit manusia untuk menghisap darah. Gejala kutu tubuh termasuk rasa gatal yang parah dan bintik-bintik merah akibat gigitan kutu.
Kutu tubuh tidak hanya menyebabkan iritasi kulit, tetapi juga dapat menularkan penyakit serius seperti demam parit (trench fever) dan tifus, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Kutu tubuh dapat hidup selama beberapa hari di pakaian, terutama jika pakaian tersebut tidak dicuci atau disterilkan dengan benar .
2. Jamur: Kurap (Tinea Corporis)
Kurap atau tinea corporis adalah infeksi jamur pada kulit yang sering menyebar melalui pakaian yang terkontaminasi.
Jamur ini berkembang biak di lingkungan yang lembap, termasuk pakaian yang belum dicuci dengan baik atau disimpan dalam kondisi yang lembap. Kurap menyebabkan ruam merah berbentuk cincin pada kulit yang disertai dengan rasa gatal.
Menurut Mayo Clinic, infeksi kurap dapat menyebar melalui kontak langsung dengan kulit atau benda yang terkontaminasi, termasuk pakaian, seprai, dan handuk. Penting untuk mencuci pakaian bekas dengan air panas dan deterjen untuk membunuh spora jamur yang mungkin ada .
3. Impetsi Bakteri
Impetigo adalah infeksi bakteri yang sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes. Bakteri ini dapat hidup di permukaan kain dan menular melalui kontak dengan pakaian yang terkontaminasi.
Impetigo sering terjadi pada anak-anak, tetapi orang dewasa juga bisa tertular jika bersentuhan dengan pakaian atau handuk yang terinfeksi.
Menurut American Academy of Dermatology (AAD), impetigo biasanya ditandai dengan luka berisi cairan yang mudah pecah dan meninggalkan kerak kuning. Bakteri penyebab impetigo dapat bertahan di pakaian yang belum dicuci, dan infeksi ini dapat menyebar dengan cepat di lingkungan padat jika kebersihan tidak dijaga .
4. Alergi dan Derntak
Selain infeksi bakteri dan jamur, pakaian bekas juga dapat menimbulkan reaksi alergi bagi beberapa orang.
Pakaian yang disimpan terlalu lama atau tidak dicuci dengan baik mungkin masih mengandung residu bahan kimia, pewarna, atau deterjen yang digunakan oleh pemilik sebelumnya. Bahan-bahan kimia ini dapat menyebabkan dermatitis kontak, yaitu peradangan kulit akibat reaksi alergi.
Menurut National Eczema Association (NEA), gejala dermatitis kontak meliputi gatal, kemerahan, dan pembengkakan pada kulit. Reaksi ini bisa terjadi segera setelah kulit bersentuhan dengan pakaian yang terkontaminasi atau dalam beberapa jam setelah pemakaian .
5. Risiko Penularan Virus: A
Meskipun jarang, ada potensi penularan penyakit menular seperti hepatitis A melalui pakaian bekas yang terkontaminasi cairan tubuh.
Hepatitis A adalah infeksi virus yang menyebar melalui kontak dengan benda atau makanan yang terkontaminasi tinja orang yang terinfeksi. Pakaian yang tidak dicuci dengan benar setelah digunakan oleh orang yang terinfeksi berpotensi menyebarkan virus ini.
Menurut World Health Organization (WHO), hepatitis A dapat bertahan pada permukaan benda selama beberapa hari, termasuk pada serat pakaian, jika tidak dibersihkan dengan baik .
Cara Mencegah Risiko Penyakit dari Pakaian Thrifting:
Meskipun ada beberapa risiko kesehatan dari pakaian thrifting, Anda tetap bisa menikmatinya dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat. Berikut adalah beberapa tips untuk meminimalkan risiko:
- Cuci Pakaian dengan Air Panas: Pastikan untuk mencuci pakaian bekas dengan air panas (minimal 60°C) dan deterjen untuk membunuh kuman, bakteri, dan parasit yang mungkin ada di kain. Air panas efektif untuk membunuh kutu, tungau, dan jamur.
- Gunakan Disinfektan: Tambahkan disinfektan atau cuka ke dalam cucian untuk memberikan perlindungan tambahan terhadap bakteri dan virus yang mungkin tertinggal.
- Setrika Pakaian dengan Suhu Tinggi: Setelah pakaian dicuci dan dikeringkan, setrika dengan suhu tinggi dapat membantu membunuh sisa mikroorganisme yang mungkin masih ada.
- Jemur di Bawah Sinar Matahari: Sinar UV dari matahari dapat membantu membunuh bakteri dan jamur di pakaian. Pastikan untuk menjemur pakaian di tempat yang terpapar sinar matahari langsung.
- Periksa Kondisi Pakaian: Sebelum membeli, perhatikan kondisi fisik pakaian. Hindari membeli pakaian yang terlihat kotor, berbau, atau memiliki noda mencurigakan.
Dengan langkah-langkah ini, pakaian thrifting bisa menjadi pilihan yang aman dan tetap ramah lingkungan. Meskipun ada risiko, tindakan pencegahan yang tepat dapat melindungi Anda dari kemungkinan penyakit yang ditularkan melalui pakaian bekas.