KabarIndonesia.id — Masih hangat kasus intimidasi yang dialami jurnalis Sorot.co saat meliput kasus kekerasan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo pada 8 Februari 2022, kini kasus intimidasi terhadap jurnalis yang meliput Wadas kembali berulang.
Koresponden Tempo Yogyakarta, sekaligus Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Shinta Maharani telah mengalami intimidasi oleh pendukung tambang atau warga yang menyetujui lahannya diukur dan dijual untuk penambangan batu andesit ketika tengah meliput di Desa Wadas, Kamis, 10 Februari 2022.
Berdasar kronologi tertulis yang disusun Shinta, Jumat, 11 Februari 2022, intimidasi terjadi ketika dia tengah mewawancara warga pendukung tambang batu andesit di halaman masjid Dusun Winong, Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sekitar pukul 13.30 WIB pada Kamis, 10 Februari 2022.
Wawancara dilakukan untuk memenuhi penugasan Majalah Tempo dan Koran Tempo tentang laporan konflik rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo.
Saat itu tengah berlangsung pertemuan warga pro penambangan dengan Anggota Komisi Hukum DPR yang tengah berkunjung. Usai pertemuan, Shinta mewawancara dua warga yang setuju lahannya diukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk penambangan batuan andesit.
Dia bertanya seputar sosialisasi harga tanah yang dijual warga, alasan warga setuju dengan penambangan, dan ganti rugi lahan yang dibebaskan.
Tiba-tiba dua warga laki-laki dan perempuan yang tengah duduk di kursi dan ikut mendengarkan memotong proses wawancara. Perempuan warga menanyakan asal Shinta bekerja.
Setelah mengetahui Shinta adalah jurnalis Tempo, perempuan warga tersebut marah dan menyanggah pertanyaan Shinta.
Dia menuduh Tempo memproduksi berita bohong tentang konflik Wadas. Sedangkan yang laki-laki menyebut berkali-kali, bahwa berita Tempo hoaks.
Dia menudingkan jari telunjuknya ke arah wajah Shinta sekitar satu meter. Meskipun dua orang tersebut tidak bisa menunjukkan berita bohong yang dimaksud, keduanya tetap marah-marah.
Pelabelan hoaks terhadap berita yang disusun jurnalis dan diterbitkan oleh media massa tanpa bukti adalah tudingan sepihak. Tindakan tersebut serupa dengan upaya menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers yang dilindungi Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Bahwa dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Sebelumnya, 8 Februari 2022, jurnalis Sorot.co sempat dipaksa aparat polisi tak berseragam untuk menghapus rekaman video tentang aksi kekerasan polisi terhadap warga yang diambilnya dalam proses peliputan.
Sementara dia suah menunjukkan ID Pers dan seragam bertuliskan PWI. Dia dan beberapa rekan jurnalis lain sedang meliput kedatangan aparat polisi ke Wadas dengan dalih mengawal petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengukur tanah yang berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.
Aparat kepolisian di Wadas diketahui melakukan sejumlah tindak kekerasan terhadap warga, termasuk pemukulan dan penangkapan 67 orang.
Tindakan intimidasi dan memaksa jurnalis menghapus rekaman video hasil liputannya merupakan tindakan menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang. Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Atas tindakan intimidatif yang dilakukan para pihak terhadap para jurnalis yang meliput konflik Wadas, kami, koaliasi dari AJI Yogyakarta, AJI Semarang, AJI Purwokerto, dan LBH Pers Yogyakarta menyatakan sikap:
1. Mengecam segala bentuk intimidasi yang dilakukan oleh siapa pun dan dalam bentuk apa pun terhadap jurnalis ketika bertugas di lapangan.
2. Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Sebab, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
3. Memberikan pernyataan atau pelabelan pemberitaan media massa adalah hoaks secara serampangan dan tanpa bukti merupakan bentuk kekerasan terhadap jurnalis dan melanggar Pasal 18 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
4. Pemberian stempel hoaks atau berita bohong terhadap pemberitaan yang sudah melalui proses peliputan yang benar dan taat kode etik jurnalistik dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalis yang bekerja secara profesional.
5. Bagi publik atau siapapun yang menilai pemberitaan media massa tidak akurat atau ada kekeliruan dapat menempuh mekanisme yang diatur UU Pers, yaitu menyampaikan hak jawab atau pelaporan kepada Dewan Pers.
6. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 ayat 1 UU Pers)
Yogyakarta, Rabu, 11 Februari 2022
Narahubung:
AJI Yogyakarta
AJI Semarang
AJI Purwokerto
LBH Pers Yogyakarta
*terlampir: kronologi intimidasi terhaap jurnalis Tempo
Kronologi Intimidasi Warga Pendukung Tambang di Wadas
Intimidasi terjadi saat saya mewawancarai warga pendukung tambang batu andesit di halaman masjid Dusun Winong, Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sekitar pukul 13.30 WIB pada Kamis, 10 Februari 2022. Wawancara itu untuk kepentingan penugasan dari Majalah Tempo dan Koran Tempo guna menulis laporan tentang konflik rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo.
Saya bertanya seputar sosialisasi harga tanah yang mereka jual, alasan mereka setuju dengan penambangan, dan ganti rugi lahan yang dibebaskan setelah Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat mengunjungi desa itu. Setelah pertemuan DPR dengan warga selesai, saya menghampiri warga yang setuju lahannya diukur Badan Pertanahan Nasional untuk penambangan batuan andesit.
Saya mewawancarai warga yang bernama Sabar dan Siti Rodiah selama sepuluh menit dan belum rampung. Dalam proses wawancara, dua warga laki-laki dan perempuan memotong wawancara. Mereka saat itu duduk di kursi dan ikut mendengarkan wawancara.
Perempuan itu menanyakan asal saya bekerja. Setelah dijelaskan dari Tempo, perempuan dengan raut muka marah itu lekas membalas dengan tuduhan bahwa Tempo memproduksi berita bohong tentang konflik Wadas. Laki-laki yang yang satunya ikut menyebut berita Tempo hoaks berkali-kali. Dia menudingkan jari telunjuknya ke arah wajah saya dengan jarak sekitar satu meter.
Saya merespons dingin tuduhan itu dengan meminta agar dua warga itu menunjukkan berita yang mana dan bukti berita bohong yang pernah diproduksi Tempo tentang konflik Wadas. Namun laki-laki dan perempuan itu tidak bisa menjelaskan bagian berita mana yang hoaks. Mereka justru marah-marah dan mengganggu proses wawancara bersama warga lainnya.
Saya juga menjelaskan bahwa wawancara ini justru bagian dari menunjukkan fakta utuh apa yang terjadi di Wadas. Ada warga yang menolak dan mendukung tambang. Sehari sebelumnya, saya mewawancarai warga yang menolak tambang dan menulisnya untuk Koran Tempo.
Selain itu, saya juga menyebutkan saya mewawancarai semua pihak yang terkait, seperti pemerintah dan polisi. Tapi, mereka terus marah-marah. Melihat situasi yang kurang kondusif, saya mengakhiri wawancara, berterima kasih, dan berpamitan kepada mereka.
Saat wawancara, saya ditemani Danang Yuri Iswanto, rekan yang biasa mengantarkan saya liputan ke luar kota. Dia berdiri dengan jarak tiga meter. Saya meminta dia ikut supaya ada saksi bila sewaktu-waktu terjadi situasi yang tidak kondusif.
Pada pukul 19.20, saya melaporkan peristiwa yang saya alami kepada wartawan Tempo di Jakarta, Avit Hidayat. Saya juga memberi tahu dua kawan jurnalis yang masih di lapangan tentang kejadian itu dan meminta mereka untuk berhati-hati.