KabarMakassar.com — Zulkarnain Hamson, seorang jurnalis yang pernah berkecimpung di koran lokal di Makassar ini mencoba mengisahkan kehidupan masyarakat di Kecamatan Seko, Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Mantan Wapimred di Harian Ujungpandang Ekspres menyampaikan kisahnya saat berada di daerah yang terisolir dari informasi publik itu. Ditengah kerumunan Aksi Kamisan yang melibatkan beberapa elemen organisasi masyarakat, pria yang akrab disapa "Zul" ini mengaku melihat sendiri bagaimana kehidupan masyarakat di daerah itu.
"Saya hampir sembilan bulan berada di Seko. Kehidupan masyarakat disana memang memprihatinkan. Apa yang kita rasakan waktu itu. Ketika adaki ditengah warga seko ? Kesedihan. Mereka sangat miskin. Untuk sampai di atas perlu biaya Rp150 ribu dengan ojek motor. Dengan resiko kecelakaan karena jalanan bebatuan dan jurang," ungkapnya saat memberikan orasi dalam Aksi Kamisan Makassar Ke-2 yang digelar di Monumen Mandala Makassar, Kamis 14 Desember 2017.
Masyarakat Seko sudah sejak jaman Orde Baru, Alumni Jurusan Komunikasi Unhas ini menilai lahan hidup mereka selama ini menjadi tanah peninggalan leluhur. "Lahan itu sudah dikerat dalam kavling untuk kepentingan hasil hutan yang memiliki kandungan mineral yang diprediksi potensial dan bernilai ekonomi," ujarnya.
Menurutnya, sejumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP), eksplorasi mengancam kepemilikan tanah leluhur mereka, yang saat ini produktif dalam menunjang keberlangsungan hidup anak turunan Seko.
"Kita berharap pemerintah daerah memiliki kepedulian pada masyarakat Seko, yang hingga tahun 2013 kemarin masih hidup di bawah garis kemiskinan," paparnya
Humas Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar ini berharap pemerintah bisa membuka akses transportasi yang dapat memberdayakan dan mengangkat harkat serta memanusiakan masyarakat Seko.
Dalam aksi itu hadir juga sejumlah jurnalis dari berbagai organisasi dan beberapa aktifis NGO dan LSM seperti Walhi Sulsel, PBHI Sulsel, Kontras, Kohati Sulsel dan sejumlah lembaga-lembaga advokasi lainnya.
Aksi Kamisan Makassar yang diinisasi Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) bersama dengan Amnesty Internasional Indonesia dan sejumlah elemen perjuangan HAM di Sulawesi Selatan ini menggelar aksi simpati dengan menggunakan Payung Hitam sebagai simbol menolak terjadinya kekerasan HAM dan pengengkangan kebebasan berekspresi di Sulsel. (*/nck)