Kabarindonesia.id — Amnesty International Indonesia menilai adanya pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penangkapan yang dilakukukan oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror terhadap mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman.
Menanggapi hal tersebut Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, mengatakan Polisi terkesan melakukan penangkapan yang sewenang-wenang terhadap Munarman, serta mempertontonkan secara gamblang tindakan aparat yang tidak menghargai nilai-nilai HAM ketika menjemputnya dengan paksa.
“Menyeret dengan kasar, tidak memperbolehkannya memakai alas kaki, menutup matanya dengan kain hitam merupakan perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Itu melanggar asas praduga tak bersalah" kata Usman Hamid
“Tuduhan terorisme bukanlah alasan untuk melanggar hak asasi seseorang dalam proses penangkapan. Munarman terlihat tidak membahayakan petugas dan tidak terlihat adanya urgensi aparat untuk melakukan tindakan paksa tersebut. Hak-hak Munarman harus dihormati apa pun tuduhan kejahatannya.” tambahnya
Lebih lanjut Usman Hamid mengatakan pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan Tindak Pidana Terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip HAM, ia menilai dalam kondisi Pandemi Penegak hukum harus lebih sensitive atau mempertimbangkan protokol kesehatan dan hak atas kesehatan dari orang yang hendak ditangkap atau ditahan
“Meskipun sebagian ketentuan UU Anti-Terorisme bermasalah, namun Pasal 28 ayat (3) dari UU tersebut jelas menyatakan pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan Tindak Pidana Terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip HAM. Ini berpotensi membawa erosi lebih jauh atas perlakuan negara yang kurang menghormati hukum dalam memperlakukan warganya secara adil" ujarnya
“Belum lagi jika mengingat situasi kedaruratan pandemi COVID-19. Penegak hukum harus lebih sensitive, mempertimbangkan protokol kesehatan dan hak atas kesehatan dari orang yang hendak ditangkap atau ditahan, termasuk menyediakan masker kepada yang menutupi mulut dan hidung, bukan justru membiarkannya terbuka dan menutup matanya dengan kain hitam” imbuhnya
Kepolisian harus melakukan evaluasi terhadap anggota Densus yang melakukan penangkapan tersebut dan menginvestigasi kemungkinan terjadinya pelanggaran SOP dalam tindakan hukum tersebut. Setiap penangkapan apapun kasusnya termasuk jika itu tuduhan terkait terorisme harus menghormati nilai-nilai hak asasi manusia
Amnesty International Indonesia menyampaikan telah mendapatkan laporan bahwa kuasa hukum maupun keluarga belum diberikan akses untuk bertemu kepada Munarman, Ia pun menyayangkan jika UU Anti-Terorisme dijadikan sebagai justifikasi untuk melanggar hak asasi manusia
“Kami juga mendapatkan laporan yang kredibel bahwa kuasa hukum maupun keluarga belum diberikan akses kepada Munarman. Apapun kejahatan yang dituduhkan kepadanya, setiap orang yang disangka melakukan kejahatan, termasuk Munarman, memiliki hak untuk diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya oleh pengadilan yang tidak memihak. Asas praduga tak bersalah, hak untuk mengakses kuasa hukum dan juga bertemu dengan keluarga adalah hak-hak asasi seseorang yang disangka melakukan kejahatan dan berada dalam status penangkapan maupun penahanan” terangnya
“Kami menyayangkan jika UU Anti-Terorisme dijadikan sebagai justifikasi untuk melanggar hak asasi manusia, misalnya memperbolehkan penahanan tersangka ditahan sampai 221 hari tanpa dibawa ke pengadilan. Di bawah hukum hak asasi manusia internasional, siapa pun yang ditangkap atau ditahan atas tuduhan kriminal harus dibawa segera ke hadapan hakim yang diberi wewenang oleh hukum untuk menjalankan kekuasaan kehakimannya. Orang itu juga berhak atas pengadilan dalam waktu yang layak atau mereka harus dibebaskan’.” jelas Usman Hamid