News  

Bentuk Solidaritas Kepada dr Mawartih, Anggota IDI Kenakan Pita Hitam

KabarIndonesia.ID

KabarIndonesia.id —  Sebagai ungkapan solidaritas dan dukacita atas meninggalnya dr Mawartih Susanti, SpP, dokter spesialis paru yang meninggal dalam masa pengabdiannya di RSUD Nabire pekan lalu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengeluarkan edaran resmi yang mengimbau segenap anggota IDI untuk mengenakan pita hitam di lengan kanan. 

Sekretaris Jendral (Sekjen) PB IDI, Dr Ulul Albab, SpOG mengatakan, penggunaan pita hitam di lengan kanan ini dimulai sejak pemakaman almarhumah dr Mawarti pada Senin, 13 Maret 2023 hingga Rabu, 15 Maret 2023 besok. 

Surat edaran resmi PB IDI tersebut ditujukan kepada segenap ketua IDI Cabang, segenap Ketua IDI Wilayah, segenap Ketua Perhimpunan, serta segenap Ketua Keseminatan mulai, Senin, 13 Maret 2023. 

Dalam ucapan dukacitanya pada saat melayat ke rumah duka, Ketua Umum PB IDI, DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT menyatakan sangat mengagumi jejak pengabdian Dr Mawartih Susanti, SpP yang sejak lulus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2004, lalu mengabdi PTT (Pegawai Tidak Tetap) di dua tempat yaitu di Wilayah Kalimantan Tengah dan kemudian PTT di Tolikara, Papua. Selepas Pendidikan Spesialis Paru Universitas Airlangga Surabaya, almarhumah dr Mawartih memilih Nabire sebagai tempat pengadian hingga akhir hayatnya 9 Maret 2023. 

Berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dari sekitar 1,424 dokter spesialis paru di seluruh Indonesia, jumlah Dokter Spesialis Paru untuk Indonesia Timur hanya kurang lebih 50 dokter. 

Padahal kebutuhan dokter spesialis paru sangat dibutuhkan utamanya daerah-daerah seperti Nabire. Namun kendala seperti jaminan keamanan dan keselamatan, infrastruktur akses yang tidak memadai menjadi kendala bagi para dokter spesialis untuk bertugas secara maksimal. 

PB IDI meminta kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta seluruh aparat keamanan di daerah terutama di wilayah konflik untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan pada para tenaga kesehatan yang bertugas di daerah tersebut. 

“Salah satu kendala dalam pemerataan dokter terutama dokter spesialis di daerah adalah belum ada jaminan keselamatan dan keamanan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah bagi para tenaga kesehatan yang bertugas, terutama di wilayah terpencil dan wilayah konflik. Selain itu, pemerintah juga perlu memperbaiki infrastruktur akses baik menuju antar desa atau daerah, juga menuju fasilitas kesehatan sehingga baik tenaga kesehatan dokter maupun masyarakat bisa mengakses layanan dan fasilitas kesehatan dengan lebih baik," jelasnya. 

"PB IDI akan selalu menjadi mitra strategis pemerintah untuk mendorong berkembangnya layanan kesehatan di Indonesia. Namun kendala pemerataan dokter spesialis di daerah terutama wilayah terpencil akan sulit diatasi apabila hal-hal seperti jaminan keamanan dan keselamatan serta akses infrastruktur tidak diperbaiki oleh pemerintah,” tegas Ketua Umum PB IDI, DR dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT. 

Senada dengan Ketua Umum PB IDI, Keluarga Almarhumah dr Mawartih berharap kasus kehilangan tenaga kesehatan seperti jangan lagi terjadi. 

Keluarga sangat mengharapkan agar pejuang-pejuang kesehatan yang bersedia mengabdi di daerah terluar, perbatasan, terpencil dan daerah konflik benar-benar mendapat kepastian dan perlindungan keselamatan dalam tugas, dan jaminan itu wajib ada dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

PB IDI akan terus mengawal agar kasus meninggalnya Dr Mawartih ini diusut tuntas. PB IDI juga menyampaikan apresiasi yang tinggi untuk IDI Cabang Nabire yang sigap segera kejadian diketahui terus melakukan berkoordinasi dengan RSUD Nabire, Pemerintah Daerah (Pemda) Nabire, juga kerjasama yang baik antar Polda Papua dan Sulawesi Selatan serta BiddokKes (Bidang Kedokteran Dan Kesehatan) Polda Sulawesi Selatan sehingga rangkaian pemeriksaan dan autopsi berjalan lancar. 

PB IDI dan segenap anggota IDI menyampaikan duka cita mendalam untuk keluarga almarhumah, dan berharap kejadian ini tidak terulang lagi. 

Sebelumnya, penggunaan pita hitam pernah juga dihimbau pada tahun 2013 sebagai bentuk dukungan terhadap Dokter Ayu di Manado yang mengalami kriminalisasi, juga saat meninggalnya dr Soeko dalam kerusuhan Wamena pada tahun 2019, serta dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-76 pada tahun 2021 sebagai tanda duka cita atas tingginya kematian tenaga kesehatan dalam penanganan.