KabarIndonesia.id — Cuaca ekstrem yang melanda Kabupaten Sukabumi sejak Hari Selasa (03/12/2024) hingga hari Rabu (04/12/2024), telah menyebabkan sejumlah bencana di berbagai wilayah.
Hujan dengan intensitas tinggi memicu banjir, tanah longsor, dan pergerakan tanah yang mengkhawatirkan masyarakat setempat. Meski tidak ada laporan korban jiwa, dampaknya terasa luas di beberapa kecamatan.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi, banjir melanda tujuh wilayah, di antaranya Kecamatan Ciemas, Palabuhanratu, dan Gegerbitung.
Tanah longsor tercatat terjadi di 14 titik, dengan dampak terbesar dirasakan di Kecamatan Simpenan, Palabuhanratu, dan Warungkiara.
Selain itu, cuaca ekstrem juga menyebabkan pergerakan tanah di empat lokasi, seperti Desa Sukamaju di Kecamatan Cikembar dan Desa Bantargadung di Kecamatan Bantargadung.
Wilayah lain yang terdampak antara lain Desa Sukaraja di Kecamatan Sukaraja serta Desa Benda di Kecamatan Cicurug.
BPBD Kabupaten Sukabumi bersama aparat setempat telah bergerak cepat untuk mengatasi dampak bencana ini. Tim tanggap darurat melakukan koordinasi intensif dengan pemerintah daerah dan organisasi terkait, serta memulai pendataan kerusakan di lapangan.
Prioritas utama adalah evakuasi warga dari wilayah yang paling rawan, terutama di daerah dengan risiko longsor yang tinggi.
“Kami terus melakukan pendataan dan assessment di lokasi terdampak untuk memastikan keselamatan warga,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi, Andi Sudirman.
Menurutnya, tim juga fokus pada distribusi kebutuhan logistik dan perlengkapan darurat, seperti makanan, air bersih, dan obat-obatan, guna mendukung proses pemulihan di lapangan.
Hingga saat ini, hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi masih berpotensi terjadi di wilayah Sukabumi, sehingga semua pihak diimbau untuk tetap waspada.
BPBD juga telah mengaktifkan posko siaga bencana di beberapa lokasi untuk mempercepat koordinasi dalam penanganan dampak bencana.
Bencana ini tidak hanya mengganggu aktivitas warga, tetapi juga memberikan dampak signifikan pada sektor ekonomi.
Sejumlah akses jalan utama dilaporkan terputus akibat longsor dan genangan air, sehingga menghambat mobilitas masyarakat. Petani di beberapa desa melaporkan kerusakan lahan pertanian akibat banjir yang menyebabkan gagal panen.
Salah satu warga Desa Bantargadung, Rahmat (45), mengungkapkan bahwa ia dan keluarganya terpaksa mengungsi ke rumah kerabat setelah rumahnya terendam banjir setinggi hampir satu meter.
“Air naik sangat cepat, kami tidak sempat menyelamatkan banyak barang,” ujarnya. Kondisi serupa juga dialami oleh warga di desa lain yang terdampak.
Sementara itu, anak-anak sekolah di wilayah terdampak bencana juga harus diliburkan untuk menjaga keselamatan mereka. Pemerintah daerah berupaya mempercepat pemulihan agar aktivitas masyarakat dapat segera kembali normal.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi, khususnya di wilayah yang rawan terdampak.
Pemerintah daerah diminta untuk memeriksa kesiapan perangkat, personel, dan sumber daya lainnya, termasuk alat berat, pompa air, dan kendaraan evakuasi.
“Kesiapsiagaan adalah kunci utama untuk meminimalkan dampak bencana,” kata Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto.
Ia menekankan perlunya koordinasi yang lebih baik antara pemerintah daerah dan masyarakat, terutama dalam membangun sistem peringatan dini serta meningkatkan kapasitas komunitas lokal dalam menghadapi bencana.
Suharyanto juga menyoroti pentingnya alokasi anggaran operasional yang memadai untuk menghadapi situasi darurat. “Anggaran tidak hanya harus cukup, tetapi juga harus siap digunakan sewaktu-waktu,” tegasnya.
Melihat potensi bencana hidrometeorologi yang terus meningkat, pemerintah daerah diharapkan dapat menyusun rencana mitigasi jangka panjang.
Langkah ini meliputi perbaikan infrastruktur seperti drainase, pembangunan tanggul, dan penghijauan daerah aliran sungai. Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai langkah-langkah menghadapi bencana juga menjadi prioritas.
Para pakar mengingatkan bahwa perubahan iklim global turut memengaruhi intensitas cuaca ekstrem. Oleh karena itu, upaya kolaboratif antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan komunitas lokal sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko bencana di masa depan.
Warga di Kabupaten Sukabumi berharap pemerintah dapat segera mengatasi dampak bencana ini dan memberikan bantuan yang memadai.
“Kami berharap ada perhatian lebih, terutama untuk perbaikan jalan dan bantuan logistik,” kata Siti, warga Kecamatan Palabuhanratu.
Ia juga berharap program mitigasi bencana dapat berjalan lebih baik di masa depan agar kejadian serupa tidak lagi memberikan dampak yang terlalu besar.
Sebagai bentuk solidaritas, sejumlah relawan dari luar daerah juga telah bergabung membantu penanganan di lapangan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa semangat gotong royong tetap menjadi kekuatan utama masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana.
Cuaca ekstrem di Kabupaten Sukabumi yang menyebabkan banjir, longsor, dan pergerakan tanah adalah peringatan akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak, diharapkan dampak bencana dapat diminimalkan. Pemulihan jangka panjang juga perlu dirancang agar masyarakat dapat kembali menjalani kehidupan normal dengan lebih baik dan aman.