Gubernur Bengkulu Terjerat Korupsi: KPK Tangkap Rohidin Mersyah dalam OTT Besar

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga tersangka dalam perkara dugaan korupsi berupa pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024). DOC: (ANTARA/FIANDA SJOFJAN RASSAT)

KabarIndonesia.id — Bengkulu, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, kini terjerat dalam kasus besar yang mengguncang dunia politik Indonesia setelah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pada Hari Sabtu Malam (23/11/2024).

Penahanan ini dilakukan melalui operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan gratifikasi dan pemerasan yang melibatkan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Dalam operasi ini, KPK menyita uang senilai Rp7 miliar yang diduga digunakan untuk kepentingan kampanye Pilkada serentak​.

KPK melancarkan OTT yang menyasar sejumlah pejabat tinggi di Provinsi Bengkulu, termasuk Gubernur Rohidin, Sekretaris Daerah Isnan Fajri, serta ajudan gubernur, Evriansyah.

Selain itu, sejumlah kepala dinas turut terlibat dalam skema penggalangan dana ilegal ini. Operasi ini berlangsung pada Sabtu malam dan menggeledah beberapa lokasi di Bengkulu.

Dalam penggeledahan tersebut, ditemukan uang dalam bentuk tunai yang terdiri dari mata uang Rupiah, Dolar Amerika Serikat, dan Dolar Singapura, totalnya mencapai Rp7 miliar​.

Penyelidikan lebih lanjut oleh KPK mengungkapkan bahwa uang tersebut merupakan hasil pemotongan anggaran yang dilakukan oleh pejabat dinas di bawah kendali Gubernur Rohidin.

Kepala Dinas Pendidikan, Saidirman, dilaporkan menyerahkan Rp2,9 miliar yang berasal dari potongan honor guru tidak tetap.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Tejo Suroso, menyetorkan Rp500 juta dari pemotongan anggaran untuk alat tulis kantor dan tunjangan pegawai​.

Modus yang digunakan oleh Rohidin untuk mengumpulkan dana untuk kampanyenya sangat mengkhawatirkan. Ia diduga menginstruksikan pejabat daerah untuk memotong anggaran dinas atau memaksakan pembayaran ilegal dari dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik.

Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra, Ferry Ernest Parera, juga dikabarkan menyetorkan Rp1,4 miliar yang dikumpulkan dari berbagai satuan kerja. Para pejabat yang terlibat disebutkan tidak memiliki pilihan lain selain mematuhi instruksi Gubernur, atau menghadapi ancaman pemecatan dari jabatannya​.

Kasus ini menunjukkan bagaimana penyalahgunaan wewenang di tingkat pemerintahan daerah dapat merusak integritas dan pelayanan publik.

Selain Rohidin, sejumlah pejabat seperti Isnan Fajri, yang menjabat sebagai Sekda, dan beberapa kepala dinas lainnya turut memanfaatkan kedudukan mereka untuk menyokong ambisi politik Rohidin.

Pengumpulan dana melalui jalur yang tidak sah ini menggambarkan tingkat korupsi yang melibatkan banyak pihak dalam pemerintahan daerah​.

Setelah dilakukan pemeriksaan intensif, KPK resmi menetapkan Rohidin, Isnan Fajri, dan Evriansyah sebagai tersangka. Penahanan mereka didasarkan pada bukti yang cukup kuat berupa uang tunai, dokumen penggalangan dana, dan keterangan dari saksi-saksi yang telah diperiksa.

KPK menegaskan bahwa operasi ini merupakan bagian dari upaya pemberantasan korupsi di seluruh lini pemerintahan, khususnya di daerah-daerah yang rawan praktik penyalahgunaan kekuasaan.​

Dana yang diduga dihimpun melalui pemotongan anggaran dinas tersebut diduga kuat digunakan untuk kepentingan kampanye politik Rohidin.

Menurut keterangan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, pengumpulan dana ini merupakan bagian dari strategi politik Rohidin untuk memenangkan Pilkada serentak yang digelar pada tahun 2024. Hal ini mengundang kecaman dari masyarakat yang merasa bahwa dana publik disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan politik​.

Reaksi masyarakat terhadap penangkapan Rohidin sangat keras. Banyak pihak, termasuk warga Bengkulu, yang merasa kecewa dengan tindakan korupsi yang melibatkan pejabat daerah.

Kasus ini semakin memperburuk citra pemerintahan daerah yang seharusnya memberikan pelayanan publik yang transparan dan bebas dari praktik korupsi. Pemerintah pusat pun menyatakan keprihatinannya terhadap kejadian ini dan mendesak agar proses hukum berjalan transparan​.

Selain dampak terhadap stabilitas politik, kasus ini juga berpotensi mempengaruhi kelangsungan pembangunan di Bengkulu.

Pemotongan anggaran yang dilakukan oleh pejabat dinas mengakibatkan terganggunya berbagai program pembangunan yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat.

Dana yang disalahgunakan seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, infrastruktur, dan pelayanan publik lainnya​.

KPK kembali menunjukkan komitmennya untuk memberantas korupsi di tingkat daerah dengan menindak tegas kasus ini.

Sebelumnya, banyak kepala daerah yang terlibat dalam kasus korupsi serupa, namun KPK terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan di Indonesia.

Penangkapan ini merupakan bukti bahwa KPK akan terus berfokus pada pemberantasan korupsi, tanpa terkecuali, di semua level pemerintahan​.

Tersangka dalam kasus ini, termasuk Rohidin, Isnan, dan Evriansyah, dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Mereka terancam pidana penjara seumur hidup dan denda hingga miliaran Rupiah. KPK memastikan bahwa seluruh proses hukum akan dilakukan secara adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku​.

Rohidin Mersyah merupakan seorang politisi yang memiliki latar belakang pendidikan kedokteran hewan dan pengalaman panjang dalam pemerintahan.

Ia memulai karier politiknya pada 2010 sebagai Wakil Bupati Bengkulu Selatan. Pada 2018, Rohidin dilantik sebagai Gubernur Bengkulu dan terpilih kembali pada 2021. Namun, setelah terjerat kasus korupsi ini, karier politiknya kini dipertanyakan oleh banyak pihak​.

Kasus ini menunjukkan bahwa praktik korupsi masih menjadi masalah besar di pemerintahan daerah. Banyak kepala daerah yang memanfaatkan wewenang untuk kepentingan pribadi, yang akhirnya merugikan masyarakat.

Selain itu, kurangnya pengawasan dan transparansi juga memperburuk situasi ini. Pemerintah pusat diharapkan dapat lebih intensif dalam mengawasi jalannya pemerintahan di daerah​.

Kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Rohidin tidak hanya mengguncang pemerintahan Bengkulu, tetapi juga mempengaruhi kehidupan politik daerah tersebut. Masyarakat kini semakin skeptis terhadap janji-janji politik yang disampaikan oleh para calon kepala daerah. Kepercayaan publik terhadap proses demokrasi pun terancam mengalami penurunan​.

KPK menyatakan bahwa mereka akan terus mendalami kasus ini dan memeriksa lebih banyak pejabat yang terlibat dalam skandal penggalangan dana ilegal ini.

Proses hukum akan berjalan sesuai dengan prinsip transparansi dan keadilan. Di sisi lain, pengawasan terhadap pejabat publik akan semakin diperketat untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan di masa depan​.

Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap pemerintahan daerah. Tanpa adanya sistem pengawasan yang efektif, praktik korupsi seperti ini dapat dengan mudah terjadi.

Masyarakat dan media juga perlu lebih aktif dalam melakukan pemantauan terhadap kebijakan dan penggunaan anggaran pemerintah​.

Penangkapan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, oleh KPK merupakan bukti bahwa korupsi masih menjadi masalah serius dalam pemerintahan daerah.

Masyarakat berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi seluruh pejabat publik agar tidak menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi. Selain itu, proses hukum yang transparan dan adil sangat diharapkan untuk memberikan keadilan kepada masyarakat yang dirugikan​.

(Sumber: kabarjawa.com)