IHSG Diprediksi Melemah Dipengaruhi Sentimen Domestik dan Global

DOC: (INT)

KabarIndonesia.id — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (21/11) diprediksi melemah, dipengaruhi oleh berbagai sentimen dari dalam dan luar negeri. IHSG dibuka melemah sebesar 12 poin atau 0,17 persen ke level 7.168,33. Indeks LQ45, yang mencakup 45 saham unggulan, juga turun 2,62 poin atau 0,30 persen ke posisi 872,50.

“IHSG hari ini diperkirakan bergerak dalam rentang 7.120–7.230 dengan kecenderungan melemah,” ujar Financial Expert dari Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, Kamis.

Dari dalam negeri, pelemahan IHSG sejalan dengan melemahnya nilai tukar rupiah. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) bulan November 2024, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 6 persen. Suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility masing-masing tetap berada di level 5,25 persen dan 6,75 persen.

Keputusan BI ini menuai respons negatif dari pelaku pasar. Kondisi suku bunga tinggi yang berkepanjangan dinilai menekan daya beli masyarakat, meningkatkan beban bunga pinjaman, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi salah satu faktor penghambat performa IHSG. Pada perdagangan Kamis pagi, rupiah melemah sebesar 0,2 persen dan diperdagangkan di level Rp15.680 per dolar AS. Pelemahan ini menambah tekanan pada pasar modal domestik.

Pelaku pasar juga menyoroti potensi berlanjutnya volatilitas rupiah seiring kebijakan moneter global yang masih ketat, terutama dari Federal Reserve AS.

Dari kawasan Asia, Bank Sentral China (PBOC) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pinjaman utama (Loan Prime Rate/LPR) pada November 2024. Suku bunga tenor satu tahun tetap di level 3,1 persen, sedangkan tenor lima tahun bertahan di 3,6 persen.

Kebijakan tersebut ditujukan untuk mendorong konsumsi rumah tangga serta mendukung sektor properti yang sedang mengalami tekanan. Namun, langkah ini belum mampu memberikan dampak signifikan terhadap sentimen pasar Asia.

Sementara itu, dari Amerika Serikat, pelaku pasar melakukan aksi ambil untung (profit taking) pada saham Nvidia. Perusahaan teknologi ini merilis laporan keuangan kuartal III 2024 dengan total pendapatan mencapai 35,1 miliar dolar AS, naik 17 persen secara kuartalan (qoq) dan 94 persen secara tahunan (yoy).

Sebagian besar pendapatan Nvidia berasal dari segmen Data Center sebesar 30,8 miliar dolar AS. Meski mencatat kinerja gemilang, aksi ambil untung menekan harga sahamnya.

Di bursa Wall Street, pergerakan indeks saham pada Rabu (20/11) bervariasi. Nasdaq Composite ditutup melemah 0,11 persen atau turun 21,33 poin ke level 18.966,14. Di sisi lain, indeks S&P 500 naik tipis 0,13 persen ke posisi 5.917,11.

Indeks Dow Jones Industrial Average justru menguat 0,32 persen atau 139,53 poin ke level 43.408,47. Kinerja Dow Jones didorong oleh sektor energi dan keuangan yang mencatatkan penguatan.

Di kawasan regional Asia, sebagian besar indeks saham mencatatkan pelemahan pada perdagangan Kamis pagi. Indeks Nikkei di Jepang turun 294,90 poin atau 0,77 persen ke level 38.057,39.

Indeks Hang Seng di Hong Kong juga melemah 43,44 poin atau 0,22 persen ke level 19.661,60. Shanghai Composite Index di China turun 4,73 poin atau 0,14 persen ke posisi 3.363,25. Sementara itu, indeks Straits Times di Singapura mencatatkan kenaikan tipis 2,53 poin atau 0,07 persen ke level 3.746,16.

Menurut Ratih Mustikoningsih, pelaku pasar domestik masih akan mencermati kebijakan moneter global, khususnya dari Federal Reserve, serta perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Investor diharapkan tetap berhati-hati dalam menyusun portofolio. Sektor yang defensif, seperti konsumer dan infrastruktur, masih menjadi pilihan menarik di tengah volatilitas,” katanya.

Ajaib Sekuritas merekomendasikan beberapa saham yang dinilai memiliki potensi bertahan di tengah kondisi pasar saat ini, antara lain TLKM (PT Telkom Indonesia), BBCA (Bank Central Asia), dan UNVR (Unilever Indonesia). Saham-saham ini dianggap memiliki fundamental yang kuat dan potensi pertumbuhan stabil.

Selain itu, sektor teknologi dan energi juga menjadi perhatian pelaku pasar. Emiten di sektor energi, seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), menunjukkan performa positif berkat kenaikan harga komoditas batubara di pasar global.

Namun, analis juga mengingatkan risiko jangka pendek, seperti potensi pelemahan lebih lanjut akibat fluktuasi nilai tukar dan dinamika ekonomi global. Investor disarankan untuk tetap memperhatikan laporan kinerja emiten dan perkembangan kebijakan ekonomi.

Dengan kombinasi sentimen domestik dan global, IHSG diperkirakan bergerak fluktuatif dalam beberapa waktu mendatang. Stabilitas ekonomi makro, baik di dalam maupun luar negeri, menjadi kunci bagi pergerakan pasar saham Indonesia.

(Sumber: kabarjawa.com)