Inflasi NTB November 2024 Capai 0,56 Persen

DOC: (INT)

KabarIndonesia.id — Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatatkan inflasi sebesar 0,56 persen secara month to month (m-t-m) pada November 2024. Inflasi ini dipicu oleh kenaikan harga beberapa komoditas, di antaranya tomat, bawang merah, emas perhiasan, daging ayam ras, hingga ikan tongkol. Meskipun inflasi di NTB tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional pada periode yang sama, angka inflasi secara tahunan di provinsi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin, menjelaskan bahwa meskipun inflasi bulan November lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional, secara tahunan atau year on year (yoy), NTB tercatat lebih rendah. “Secara month to month (inflasi) di atas nasional, tapi year on year di bawah nasional,” kata Wahyudin saat ditemui di Kantor BPS NTB, Senin (2/12/2024).

Dilihat dari kontribusinya, sejumlah komoditas pangan dan non-pangan menjadi penyumbang utama inflasi di NTB. Tomat tercatat sebagai penyumbang inflasi terbesar, dengan andil sebesar 0,18 persen, diikuti oleh bawang merah (0,13 persen), emas perhiasan (0,07 persen), daging ayam ras (0,07 persen), dan ikan tongkol (0,05 persen).

“Saya sempat turun ke pasar kemarin, memang harga sejumlah komoditas pangan mulai naik,” ujar Wahyudin, yang juga mengonfirmasi adanya kenaikan harga sejumlah bahan pangan di pasar-pasar tradisional.

Di sisi lain, beberapa komoditas justru memberikan andil deflasi. Ikan layang, misalnya, menyumbang deflasi sebesar 0,05 persen, diikuti oleh ayam hidup (0,03 persen), angkutan udara (0,02 persen), jagung manis (0,02 persen), dan apel (0,01 persen).

Secara tahunan, NTB mengalami inflasi sebesar 1,46 persen pada November 2024, yang tercatat dengan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,02 poin pada Oktober menjadi 106,55 poin pada November. Kenaikan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan Oktober 2024 yang tercatat sebesar 1,44 persen.

Wahyudin menjelaskan bahwa inflasi tahunan ini disebabkan oleh kenaikan harga yang cukup signifikan pada beberapa kelompok pengeluaran. Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 7,87 persen. Selain itu, kelompok pendidikan juga mengalami kenaikan harga sebesar 3,82 persen, sementara kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya naik 1,99 persen.

Kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran turut mengalami kenaikan harga sebesar 1,87 persen, diikuti oleh kelompok kesehatan (1,84 persen), kelompok pakaian dan alas kaki (1,25 persen), serta kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga (1,15 persen).

“Kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang tercatat turun sebesar 1,03 persen,” imbuh Wahyudin, yang menambahkan bahwa meskipun ada beberapa kelompok pengeluaran yang meningkat, ada pula yang mengalami penurunan, yang berdampak pada stabilitas harga secara keseluruhan.

Melihat perbandingan inflasi antar wilayah di NTB, Kota Bima mencatatkan inflasi tertinggi dengan angka 2,5 persen dan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,89 poin. Di sisi lain, Kabupaten Sumbawa mencatatkan inflasi terendah, hanya sebesar 0,64 persen dengan IHK sebesar 106,35 poin.

Perbedaan inflasi antar wilayah ini menunjukkan adanya variasi harga yang dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal, termasuk distribusi barang, permintaan pasar, dan kebijakan pemerintah setempat.

Kondisi ini menyoroti pentingnya pemantauan yang lebih mendalam terhadap faktor-faktor penyebab inflasi di setiap daerah. Upaya peningkatan ketahanan pangan, pengaturan distribusi barang, serta pengendalian harga oleh pemerintah menjadi langkah penting untuk menstabilkan inflasi, terutama dalam menghadapi musim akhir tahun yang seringkali disertai dengan lonjakan permintaan.

Secara keseluruhan, meskipun NTB mencatatkan inflasi yang relatif terkendali jika dibandingkan dengan inflasi nasional, namun beberapa komoditas pangan yang mengalami lonjakan harga dapat memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, terutama menjelang akhir tahun 2024.

Sektor pangan yang menjadi penyumbang utama inflasi, seperti tomat dan bawang merah, dapat memengaruhi perekonomian masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki pendapatan terbatas. Oleh karena itu, pengendalian inflasi dan stabilisasi harga barang menjadi hal yang penting untuk menjaga kesejahteraan masyarakat.

BPS NTB berharap, dengan adanya pengawasan yang ketat dan kebijakan yang tepat, angka inflasi di NTB dapat terus terkendali dan tidak membebani masyarakat. Pemerintah daerah diharapkan untuk terus memonitor kondisi pasar serta merumuskan kebijakan yang mendukung kestabilan harga guna menghindari dampak negatif inflasi yang berlarut-larut.

Kebijakan yang mendukung kestabilan harga barang dan kebutuhan dasar seperti pangan sangat penting, terutama pada akhir tahun yang sering menjadi periode dengan tekanan harga yang lebih tinggi. Dalam hal ini, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola kebijakan harga barang akan sangat membantu masyarakat menghadapinya.

Dengan adanya inflasi yang sedikit lebih tinggi di beberapa komoditas, perlu adanya langkah-langkah konkret untuk menstabilkan harga dan menjaga daya beli masyarakat agar tidak terdampak secara negatif. Beberapa komoditas pangan yang memiliki kontribusi besar dalam inflasi diharapkan dapat segera ditanggulangi melalui program-program pemerintah yang efektif.

Pemerintah daerah juga diminta untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan pasokan barang yang stabil dan tidak terjadi kelangkaan yang dapat memicu lonjakan harga lebih lanjut. Diharapkan juga ada kebijakan yang dapat membantu menstabilkan harga komoditas pangan yang sering mengalami fluktuasi, seperti tomat dan bawang merah, agar masyarakat tidak terpapar dampak inflasi yang lebih besar.

BPS NTB sendiri berkomitmen untuk terus memantau pergerakan harga dan memberikan data yang akurat kepada masyarakat dan pemerintah daerah. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil bisa efektif dan tepat sasaran dalam mengendalikan inflasi, khususnya di sektor-sektor yang paling memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat.

(Sumber: kabarjawa.com)