KabarIndonesia.id — Hadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI, Kepala Perpustakaan Nasional RI (Kaperpusnas), Muhammad Syarif Bando menyebut tingkat literasi atau penguasaan ilmu pengetahuan dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di suatu daerah.
Menurutnya, makin rendah tingkat literasi suatu daerah akan menjadi faktor penyebab terjadinya kemiskinan.
“Penyebab kemiskinan struktural itu kan karena akses pengetahuan terbatas. Tidak punya skill,” ungkapnya, Selasa, (04/04).
Ia mengatakan, terdapat empat faktor penyebab terjadinya kemiskinan yaitu penguasaan ilmu pengetahuan yang kurang, skill dan inovasi serta kreativitas yang terbatas, akses terhadap permodalan yang terbatas, serta adanya budaya malas.
Syarif Bando menuturkan, saat ini tingkat literasi di Indonesia masih tidak produktif.
"Masalah literasi di Indonesia adalah tidak produktif dipengaruhi oleh sulitnya berkomunikasi atau mengkomunikasikan ide dan gagasan, tidak bisa berinovasi atau mencipta, sulit mentransfer atau memakai iptek," terangnya.
"Inti masalahnya adalah kita baru belajar membaca, bukan membaca kerena melakukan sesuatu," jelasnya.
Ia menjelaskan salah satu contoh masalah akibat masih minimnya literasi di Indonesia adalah penjualan bahan baku ke luar negeri dengan harga yang relatif rendah sementara Indonesia membeli produk jadi (impror) dari luar negeri dengan harga yang lebih mahal.
"Contohnya handphone, kita kirim batu bara ke Korea, Korea beli batu bara kita Rp5M jadi energy untuk buat handphone begitu. Jadi kita beli 10 juta pcs dikali dengan harga Rp2,5 Juta itu kan Rp25 T," jelasnya.
Tak hanya itu rendahnya tingkat literasi di Indonesia kata Syarif dipengaruhi oleh pendistribusian dan penyebaran buku dari pemerintah kepada masyarakat yang masih kurang.
Berdasarkan data yang diberikan Perpusnas pada RDP kepada Komisi X DPR RI, diketahui satu buku untuk 90 orang sementara UNESCO memberi standar setidaknya satu orang membaca tiga buku baru dalam setahun.
Lebih lanjut, Syarif menuturkan minimnya tingkat literasi diIndonesia juga dipengaruhi oleh minimnya anggaran yang yang tersedia
"Saya perjalanan dinas ke Mamuju Tengah (Sulawesi Barat) melalui perjalanan darat melintas ke Palu (Sulawesi Tengah) saya singgah ke Kepala Dinas, (mereka keluhkan) anggaran untuk cetak buku tidak ada, anggaran untuk beli buku terbatas," terang Syarif.
Hal tersebut membuat masyarakat di daerah tidak mendaparkan ilmu tambahan baru.
Akibatnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari 514 kabupaten/kota di Indonesia hanya Rp310,16 triliun dengan kebutuhan belanja mencapai Rp1.115 triliun.
“Literasi yang tidak produksi. Pembiayaan yang terlalu besar tidak berkorelasi dengan pendapatan besar. Ini yang harus dikoreksi,” pungkasnya.