KabarIndonesia.id — Sebagian besar wilayah yang tergabung dalam aglomerasi Ciayumajakuning kembali mencatatkan angka kemiskinan yang tinggi, sehingga masuk dalam daftar daerah termiskin di Jawa Barat. Kabupaten Indramayu, Kuningan, Cirebon, dan Majalengka menjadi sorotan karena angka kemiskinan yang masih tinggi pada tahun 2024. Kabupaten Indramayu dan Kuningan tercatat memiliki persentase penduduk miskin yang signifikan, masing-masing sebesar 11,93% dan 11,88%.
Penyebab utama tingginya angka kemiskinan di daerah ini tidak lepas dari ketergantungan wilayah tersebut pada sektor pertanian. Kabupaten Indramayu, Kuningan, Cirebon, dan Majalengka memang dikenal sebagai sentra produksi pertanian di Jawa Barat, dengan komoditas utama seperti padi, hortikultura, dan perkebunan. Namun, sektor pertanian ini memiliki tingkat produktivitas yang rendah, rentan terhadap perubahan iklim, bencana alam, serta fluktuasi harga komoditas yang tidak menentu. Hal ini menjadikan sektor pertanian kurang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah.
Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat, Muhamad Nur, tingginya angka kemiskinan di daerah-daerah pertanian tersebut juga dipengaruhi oleh kurangnya diversifikasi ekonomi. “Wilayah yang bergantung pada sektor pertanian cenderung memiliki pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang ekonominya didominasi oleh sektor industri atau perdagangan dan jasa,” ujar Nur. Sebagian besar penduduk di wilayah ini masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama. Namun, hasil dari sektor ini seringkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagai akibatnya, banyak penduduk yang terjebak dalam kemiskinan struktural.
Keadaan ini semakin diperburuk dengan rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan tenaga kerja di daerah tersebut. Banyak penduduk yang tidak memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja modern, yang membuat mereka sulit beralih ke sektor ekonomi yang lebih bernilai tambah. Di wilayah-wilayah yang bergantung pada pertanian, pengembangan sumber daya manusia seringkali tertinggal, dan hal ini memperburuk kondisi kemiskinan yang ada.
Sebagai salah satu lumbung padi nasional, Kabupaten Indramayu menghadapi tantangan besar dalam mengatasi masalah kemiskinan. Dengan persentase kemiskinan yang mencapai 11,93%, Indramayu menduduki peringkat ketiga sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Barat. Meskipun memiliki kekayaan alam yang melimpah, seperti lahan pertanian yang subur, Kabupaten Indramayu tidak terlepas dari masalah struktural yang berkaitan dengan ketergantungan pada sektor pertanian yang masih tradisional.
Indramayu, yang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil padi terbesar di Indonesia, seharusnya dapat memanfaatkan potensi pertanian untuk meningkatkan perekonomiannya. Namun, berbagai faktor eksternal seperti fluktuasi harga pangan, cuaca yang tidak menentu, dan ancaman bencana alam menjadi tantangan berat bagi petani di wilayah ini. Selain itu, meskipun sektor pertanian mendominasi, tidak ada jaminan bahwa petani akan mendapatkan pendapatan yang memadai untuk mencukupi kebutuhan dasar mereka.
Sektor pertanian di Indramayu juga menghadapi masalah klasik, yakni minimnya teknologi yang diterapkan dalam proses produksi. Banyak petani yang masih mengandalkan cara-cara tradisional dalam bertani, sehingga produktivitas mereka tidak dapat bersaing dengan daerah-daerah lain yang telah menerapkan teknologi pertanian yang lebih maju. Dengan demikian, meskipun lahan yang subur tersedia, hasil yang diperoleh tidak cukup untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Di Kabupaten Kuningan, angka kemiskinan juga menjadi perhatian serius. Dengan persentase kemiskinan mencapai 11,88%, Kuningan menunjukkan betapa ketergantungan pada sektor pertanian dapat menghambat kemajuan ekonomi suatu daerah. Kuningan, yang mayoritas wilayahnya dipenuhi oleh lahan pertanian, memiliki potensi besar untuk berkembang. Namun, tanpa adanya diversifikasi ekonomi yang cukup, daerah ini kesulitan untuk menciptakan lapangan pekerjaan di sektor lain yang lebih menjanjikan.
Berdasarkan data yang ada, mayoritas penduduk Kuningan mengandalkan pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama. Hal ini membuat perekonomian daerah sangat rentan terhadap guncangan eksternal, seperti penurunan harga komoditas atau bencana alam yang dapat merusak hasil pertanian. Oleh karena itu, diversifikasi ekonomi menjadi hal yang sangat penting bagi daerah ini. Namun, keterbatasan dalam sektor industri, perdagangan, dan jasa membuat Kuningan kesulitan untuk bertransformasi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan beragam.
Sementara itu, Kabupaten Cirebon dan Majalengka yang juga terletak dalam aglomerasi Ciayumajakuning, menunjukkan pola serupa dengan Indramayu dan Kuningan. Kedua daerah ini memiliki sektor pertanian yang cukup kuat, namun tetap menghadapi tantangan besar dalam menciptakan kemajuan ekonomi yang lebih inklusif. Di Cirebon, meskipun banyak masyarakat yang bekerja di sektor pertanian, pendapatan yang diperoleh dari sektor tersebut sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Begitu juga di Majalengka, sektor pertanian yang didominasi oleh tanaman padi dan hortikultura, meskipun menjadi sumber utama mata pencaharian, memiliki keterbatasan dalam hal nilai tambah. Hal ini membuat sebagian besar masyarakat Majalengka tidak dapat menikmati manfaat ekonomi yang cukup besar dari hasil pertanian mereka.
Untuk mengatasi kemiskinan di daerah-daerah Ciayumajakuning, salah satu solusi yang dapat diimplementasikan adalah memperkuat diversifikasi ekonomi dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Bank Indonesia Jawa Barat menyarankan agar daerah-daerah ini tidak hanya mengandalkan pertanian, melainkan juga memperluas sektor-sektor lain yang dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi. Misalnya, sektor industri pengolahan hasil pertanian, perdagangan, dan jasa dapat menjadi sektor yang perlu digali lebih dalam untuk mengurangi ketergantungan pada pertanian.
Selain itu, peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan keterampilan juga sangat penting untuk memperbaiki daya saing tenaga kerja di daerah ini. Dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat, mereka akan lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan pasar kerja dan mampu mengakses peluang kerja di sektor-sektor yang lebih berkelanjutan.
Secara keseluruhan, meskipun wilayah-wilayah di Ciayumajakuning memiliki potensi besar dalam sektor pertanian, tantangan yang dihadapi dalam mengatasi kemiskinan tidaklah mudah. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk menciptakan ekonomi yang lebih beragam dan inklusif, guna memastikan bahwa kemiskinan dapat teratasi dengan cara yang berkelanjutan.
(Sumber: KabarJawa.com)