News  

Koalisi Masyarakt Sipil Desak Operasi Tempur di Papua Dihentikan

KabarIndonesia.ID

KabarIndonesia.id — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dari KontraS, Imparsial, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, ELSAM, HRWG, PBHI Nasional, ICJR, YLBHI, LBH Jakarta, LBH Malang, WALHI, Setara Institute, Forum Defacto, AJI Jakarta, Public Virtue Institue, Centra Initiative, Amnesty International Indonesia, LBH Talenta Keadilan Papua Nabire, dan LBH Papua, mendesak operasi tempur di Papua segera dihentikan. 

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menggap, pilihan operasi tempur adalah pilihan kebijakan yang akan terus memproduksi spiral kekerasan. 

"Jika itu pilihan kebijakan yang akan ditempuh, maka Koalisi mendesak agar rencana itu dibatalkan," desaknya melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Selasa, (18/04). 

Pasalnya, peristiwa gugurnya prajurit dalam sebuah operasi yang disebut oleh TNI sebagai operasi penyelamatan Pilot maskapai Susi Air yang disandera oleh Tentara Pembebasan Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) tentu menyisakan duka mendalam tidak hanya bagi keluarga prajurit yang gugur dan keluarga besar TNI. 

"Karena itu, Koalisi menghaturkan rasa duka cita sekaligus berharap tidak ada lagi nyawa anak bangsa yang gugur akibat operasi militer di Papua," tulis Koalisi Masyarakat Sipil. 

Koalisi Masyarakat sipil memandang peristiwa baku tembak yang menewaskan prajurit kemarin harus menjadi pelajaran berharga bagi Presiden dan DPR untuk mengevaluasi pendekatan keamanan militeristik yang selama ini dijalankan di Papua. 

Kejadian ini bukanlah satu-satunya peristiwa. Sebelumnya Kapolri juga merilis data sebanyak 22 Prajurit TNI-Polri telah gugur dari tahun 2022 hingga sekarang. 

Selama ini, pendekatan keamanan militeristik yang terus dijalankan berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat di Papua. 

Beberapa kasus yang sempat mencuat ke publik, misalnya pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani (tahun 2020), pembunuhan yang disertai mutilasi terhadap empat orang warga sipil Papua (tahun 2022), penyiksaan terhadap tiga orang anak yang dituduh melakukan pencurian (tahun 2022), dan lain-lain. 

Selama ini, praktik impunitas selalu menjadi persoalan yang terus terjadi dalam kekerasan yang melibatkan aparat keamanan. Penegakan hukum untuk memutus mata rantai impunitas menjadi penting untuk mencegah berulangnya kekerasan aparat keamanan terhadap masyarakat sipil di Papua. 

"Kami memandang evaluasi pendekatan keamanan militeristik harus dimulai segera dengan upaya penataan ulang terhadap gelar kekuatan pasukan TNI menjadi salah satu agenda penting yang harus dilakukan. Selama ini, ada indikasi terjadi peningkatan jumlah kehadiran pasukan TNI yang semakin tidak proporsional seiring dengan terus dijalankannya pemekaran struktur organik dan pengiriman pasukan TNI non-organik dari luar Papua," tulis Koalisi Masyarakat Sipil. 

Lebih jauh, evaluasi operasi keamanan militeristik itu juga harus dibarengi dengan upaya konkrit penghentian spiral kekerasan di Papua salah satunya melalui jalan dialog damai bermartabat. 

"Sudah saatnya Presiden dan DPR merealisasikan agenda dialog dalam penyelesaian masalah Papua dan bukan menggunakan pendekatan keamanan yang militeristik," harap Koalisi Masyarakat Sipil. 

Pemerintah sejatinya memiliki modal dan pengalaman historis untuk menyelesaikan konflik Papua dengan pendekatan damai dan bermartabat melalui jalan dialog seperti pada konflik Aceh, Poso dan Ambon. 

Pengalaman penyelesaian konflik Aceh, Poso dan Ambon semestinya menjadi pelajaran penting bagi pemerintah untuk penyelesaian konflik Papua.  Oleh karena itu koalisi mendesak: 

1. Presiden dan DPR RI menghentikan operasi tempur dan pendekatan militeristik lainnya untuk menangani situasi keamanan di Papua; 

2. Presiden dan DPR melakukan evaluasi terhadap seluruh kebijakan keamanan, hukum, dan pembangunan di Papua; 

3. Pemerintah dan TPNPB-OPM melakukan gencatan senjata dan penghentian permusuhan segera untuk mencegah jatuhnya korban lebih jauh, serta menjajaki jeda kemanusiaan agar memungkinkan penanganan situasi pengungsi dan tahanan politik; 

4. Pemerintah dan TPNPB-OPM membuka ruang dialog yang setara dan bermartabat; 

Narahubung: 

1. Michael Himan (Papua Itu Kita)
2. Hussein Ahmad (Imparsial)
3. Julius Ibrani (PBHI Nasional)
4. M. Isnur (YLBHI)
5. Andi Muhammad Rezaldy (KontraS)
6.Teo Reffelsen (WALHI)