News  

KPU Dinilai Belum Siap, Sirekap Batal untuk Pilkada 2020

KabarIndonesia.ID

KabarIndonesia.id–Peneliti dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Negrit) Hadar Nafis Gumay menilai sistem penghitungan rekapitulasi secara elektronik alis Sirekap batal digunakan untuk Pilkada Serentak 2020 karena persiapan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum sempurna.
Hadar memahami KPU telah berusaha menggenjot persiapan rekapitulasi elektronik usai ratusan petugas KPPS meninggal dunia di Pemilu 2019.

"Sistem itu menurut saya belum tuntas sampai sana, itu masih terus dikerjakan. Ya seharusnya sistem itu sudah harus selesai dan sudah sertifikasi dan diaudit," kata Hadar, Jumat (13/11).

Selain itu, Hadar menyebut belum ada persiapan matang seperti pelatihan khusus kepada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Padahal perubahan sistem dari manual ke elektronik akan sangat berdampak pada kerja para petugas di lapangan.

Hadar juga mengingatkan lemahnya dasar hukum yang digunakan KPU dalam penerapan Sirekap. Menurutnya, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak merinci teknis penerapan dan antisipasi jika timbul sengketa saat menggunakan rekapitulasi elektronik.

"Walaupun kemudian KPU meyakini itu cukup, tapi banyak pihak, terlihat di DPR kemarin, banyak yang merasa dasar hukum tidak cukup," ujar mantan Komisioner KPU itu.

Meski begitu, Hadar menyarankan KPU tidak meninggalkan Sirekap begitu saja. Sebab desain sistem ini sudah lebih baik dari Sistem Informasi Perhitungan (Situng) yang digunakan pada Pilpres 2019.

Hadar mengusulkan agar KPU tetap memaksimalkan Sirekap pada pilkada kali ini. KPU bisa menguji coba sistem ini di seluruh daerah yang ikut pilkada.

"Ini kesempatannya, sudah disusun, tuntaskan, dan gunakan. Nanti catatan-catatan penerapan digunakan untuk persiapan di pemilihan berikutnya" ujarnya.

Sejak tragedi kematian ratusan petugas KPPS pada Pemilu 2019, KPU mulai menjajaki penerapan sistem rekapitulasi elektronik. Sistem ini diklaim bisa mengurangi beban petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Dalam sistem ini, petugas TPS langsung mengunggah hasil rekapitulasi di TPS ke pusat data. Hasil itu yang akan dijadikan penentu.

Petugas TPS juga tak perlu repot menulis salinan resmi rekapitulasi untuk para saksi dan pengawas. Mereka cukup mengirimkan dokumen digital.

Namun rencana itu kandas. Rapat antara Komisi II DPR RI, pemerintah, dan KPU pada Kamis (12/11) memutuskan Sirekap tak jadi digunakan sebagai instrumen utama pilkada.

"Penggunaan Sirekap hanya merupakan uji coba dan alat bantu penghitungan dan rekapitulasi," kata Ketua Komisi II DPR Doli Kurnia saat membacakan kesimpulan rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.