KabarIndonesia.id — Drama cinta selalu ada dalam kisah manusia. Jangan tanya kisah ikatan cinta, suara hati istri yang menghiasi tv kita. Cerita cinta selalu digandrungi kaum hawa.
Tetapi kisah cinta yang melegenda selalu ada di hati manusia. Menjadi cerita yang mengharukan dari masa ke masa. Ceritanya abadi seiring waktu.
Tahun 1570, terdapat sebuah masjid yang dibangun di bukit tinggi di Istanbul. Namanya Mihrima Sultan Camii.
*
Tidak ada orang yang tidak mengetahui cinta Suleiman dengan Hürrem Sultan, asal Rusia yang dikenal sebagai "Magnificent" oleh orang Eropa. Tetapi kebanyakan dari tidak mengetahui kisah putri tunggal mereka, Mihrimah Sultan. Kisah Mihrimah Sultan dan dua karya arsitektur unik yang dibuat merujuk atas namanya.
Cerita tentang gadis Turki tak ada habisnya. Perempuan dengan bola mata biru, bersinar, bulu mata yang lentik dan hidung yg mancung. Bikin Lelaki sulit berpaling.
Ada satu anak Sultan Sulaiman Al Qanuni, namanya Mihrimah Sultan. Anak dari Hurrem Hatun, perempuan asal Rusia, seorang budak yang jadi selir sultan. Tetapi dari rahimnya, lahir 3 pria dan 2 perempuan, salah satunya kelak jadi pengganti Sultan Sulaiman.
Mihrimah Sultan, seorang gadis yg dibesarkan di istana. Karena kepandaiannya, ayahnya seringkali mengajak dia berdiskusi tentang masa depan kesultanan. Darah Soviet yang mengalir dalam darahnya membuat dia juga seorang pemberani.
Hingga suatu waktu, saat ia sudah dewasa, ia dilamar dua pria Satu adalah gubernur Diyarbakir, Rustem Pasha dan yang lainnya adalah Mimar Sinan, seorang kepala arsitek istana.
Tetapi Sultan menikahkan Mihrima dengan Gubernur R Pasha. Cinta Mimar sinan kandas. Cintanya pada Mihrima Sultan ia abadikan dengan membangun masjid.
Masjid Mihrima Sultan di Edinerkapi, Istanbul. Masjid itu memiliki menara hanya 38 meter. 161 jendela pada satu kubah tipis melambangkan betapa cerah dan jernih keindahan batin di mana matahari menyinari hampir di setiap sudut.
Konon meski masjid Mihrimah Sultan cukup untuk dua menara, masjid ini dibangun dengan satu menara saja, dalam arti melambangkan kesendirian Mimar Sinan yang cintanya tak sampai.