KabarIndonesia.id — Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar meminta Pemerintah Arab Saudi untuk meninjau ulang kebijakan pemotongan kuota pendamping haji Indonesia sebesar 50%.
Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi menghambat kelancaran ibadah haji, terutama bagi jemaah yang berusia lanjut. Nasaruddin menyatakan, dengan daftar tunggu haji Indonesia yang mencapai 48 tahun, banyak calon jemaah yang sudah berusia tua dan membutuhkan pendamping. Oleh karena itu, kebijakan pengurangan kuota pendamping ini perlu dipertimbangkan kembali.
“Daftar tunggu haji Indonesia mencapai 48 tahun. Artinya, banyak calon jemaah berusia tua yang membutuhkan pendamping. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu ditinjau kembali,” kata Nasaruddin Umar saat membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-4 di Gedung Sahid Jaya, Jakarta, pada Selasa, 17 Desember 2024.
Seperti yang diketahui, pengurangan kuota pendamping haji Indonesia ini direncanakan untuk musim haji 1446 H/2025 M, di mana kuota pendamping akan berkurang dari 2.200 orang menjadi 1.100 orang.
Kebijakan ini menjadi perhatian serius, mengingat kebutuhan akan pendamping bagi jemaah haji Indonesia sangat penting, terutama untuk membantu mereka dalam menjalani ibadah haji dengan lancar.
Nasaruddin berharap agar kuota pendamping justru bisa ditambah, bukan dikurangi, mengingat peran penting pendamping dalam mendampingi jemaah yang lebih tua, serta membantu mereka dalam mengatasi kendala-kendala seperti bahasa dan kesehatan.
Pendamping haji asal Indonesia memiliki peran yang sangat vital dalam membantu jemaah menjalankan ibadah haji dengan baik. Mereka tidak hanya berperan sebagai pemandu, tetapi juga sebagai penghubung antara jemaah dan penyelenggara haji di Arab Saudi.
Nasaruddin menjelaskan bahwa para pendamping haji Indonesia memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan jemaah, karena mereka terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dan memahami kondisi serta tantangan yang dihadapi oleh jemaah Indonesia. Hal ini sangat membantu dalam mengatasi berbagai masalah yang mungkin timbul selama proses ibadah haji.
“Kehadiran pendamping membantu Pemerintah Arab Saudi dalam memastikan kebutuhan jemaah terpenuhi. Mereka lebih paham bahasa dan kondisi jemaah Indonesia,” jelas Nasaruddin.
Selain itu, pendamping juga sering kali berperan dalam memastikan jemaah yang lanjut usia atau yang memiliki kondisi kesehatan tertentu mendapatkan perhatian yang sesuai, baik dari segi pengobatan maupun kenyamanan selama menjalani rangkaian ibadah haji.
Menanggapi kebijakan pengurangan kuota pendamping ini, Nasaruddin juga menegaskan bahwa komunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi terus dilakukan untuk mencari solusi yang terbaik bagi jemaah haji Indonesia.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama, berharap agar kuota pendamping haji bisa disesuaikan dengan jumlah jemaah yang ada, sehingga setiap jemaah, terutama yang berusia lanjut, dapat memperoleh pendamping yang sesuai dengan kebutuhannya.
“Saat ini, kami terus melakukan komunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi agar kuota pendamping bisa lebih proporsional dengan jumlah jemaah. Kami berharap ada solusi yang dapat mengakomodasi kebutuhan jemaah haji Indonesia, khususnya yang berusia lanjut,” kata Nasaruddin.
Selain itu, Nasaruddin juga mengingatkan pentingnya kerjasama antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Arab Saudi, dan berbagai pihak terkait untuk memastikan bahwa pelaksanaan ibadah haji bagi jemaah Indonesia dapat berlangsung dengan lancar dan aman.
“Kerjasama yang baik antara Indonesia dan Arab Saudi dalam hal pengelolaan ibadah haji sangat penting. Kami berharap kebijakan ini bisa lebih memperhatikan kepentingan jemaah haji, agar mereka bisa menjalani ibadah dengan tenang dan tanpa kendala,” tegasnya.
Pengurangan kuota pendamping ini memang menjadi isu yang cukup sensitif, mengingat banyaknya jemaah haji Indonesia yang berusia lanjut, serta tingginya permintaan akan pendamping yang dapat membantu mereka selama berada di tanah suci.
Terlebih, faktor kesehatan dan bahasa menjadi kendala utama yang sering dihadapi jemaah haji Indonesia, sehingga keberadaan pendamping yang berkompeten menjadi sangat penting.
Oleh karena itu, kebijakan ini diharapkan dapat dipertimbangkan ulang demi kepentingan jemaah haji Indonesia.
Menjelang musim haji 1446 H/2025 M, berbagai persiapan dan kebijakan baru terkait penyelenggaraan ibadah haji terus dibahas. Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memberikan layanan terbaik bagi jemaah haji, dan berharap agar kebijakan yang ada dapat mendukung kelancaran ibadah haji, baik dari sisi kuota jemaah maupun pendamping.
Nasaruddin mengajak seluruh pihak terkait untuk bekerja sama dalam mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik di masa mendatang.
Dengan adanya perhatian yang lebih terhadap kebijakan kuota pendamping haji, diharapkan ke depan para jemaah haji Indonesia dapat menjalani ibadah dengan lebih nyaman dan aman, serta mendapatkan pendamping yang dapat membantu mereka dalam setiap aspek ibadah di tanah suci.
(Sumber: SerambiMuslim.com)