KabarIndonesia.id — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan Indonesia akan membuat fasilitas penyimpanan cadangan minyak (storage) di sebuah pulau yang berdekatan dengan Singapura.
Fasilitas ini akan menjadi bagian dari upaya Indonesia untuk mencapai kedaulatan energi, sebuah tujuan yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurut Bahlil, langkah ini sangat penting agar Indonesia bisa lebih mandiri dalam hal energi, serta mengurangi ketergantungan terhadap impor energi yang selama ini menjadi beban negara.
Bahlil menjelaskan bahwa ada beberapa cara untuk meningkatkan produksi dan penyediaan minyak di Indonesia, dan salah satunya adalah dengan mengaktifkan kembali sumur-sumur minyak yang saat ini tidak beroperasi, atau lebih dikenal dengan istilah sumur idle.
Kementerian ESDM mencatat, saat ini terdapat sekitar 44.900 sumur minyak di Indonesia, dan sekitar 16.600 di antaranya dalam kondisi idle. Dari jumlah tersebut, sekitar 5.000 sumur dinilai masih bisa dioptimalkan untuk meningkatkan produksi minyak nasional. Dengan mengaktifkan sumur-sumur tersebut, diharapkan Indonesia bisa meningkatkan produksi minyaknya, yang pada gilirannya akan mengurangi ketergantungan pada impor minyak.
“Kita akan bangun storage di satu pulau yang berdekatan dengan Singapura, kemampuan penyimpanan (storage) kurang lebih sekitar 30-40 hari,” kata Bahlil di Jakarta, Pada Hari Rabu (11/12/2024).
Fasilitas penyimpanan cadangan minyak yang sedang dibangun ini dirancang untuk bisa menampung berbagai jenis minyak.
Salah satu manfaat utama dari fasilitas ini adalah memungkinkan Pertamina membeli minyak dengan harga yang lebih murah, karena dapat membeli dalam jumlah besar dan menyimpannya untuk digunakan ketika harga minyak global lebih tinggi atau saat pasokan minyak terganggu.
Bahlil juga menyatakan bahwa pembangunan fasilitas penyimpanan ini merupakan langkah strategis untuk mendukung ketahanan energi Indonesia dalam jangka panjang.
Alasan utama mengapa Indonesia perlu membangun fasilitas penyimpanan ini adalah ketergantungan yang besar terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) dari luar negeri, khususnya Singapura.
Bahlil menyoroti fakta bahwa sekitar 60 persen impor BBM Indonesia berasal dari negara tetangga tersebut. Menurutnya, hal ini cukup ironis mengingat Singapura tidak memiliki sumber daya minyak sendiri.
“Singapura tidak punya minyak, tapi dia bisa impor ke Republik Indonesia 60 persen. Ini saya gak ngerti teorinya dari mana,” ujar Bahlil dengan nada heran. Pernyataan ini menggambarkan kekhawatiran pemerintah Indonesia terkait ketergantungan yang tinggi pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Selain itu, Bahlil juga menyinggung masalah kesiapan Indonesia dalam menghadapi situasi krisis, seperti perang atau gangguan pasokan energi global.
Saat ini, kapasitas cadangan minyak Indonesia hanya mampu bertahan selama 21 hari. “Ini bicara geopolitik jadi negara kita ini kalau mau perang ya, saya mau sampaikan, kita punya kapasitas cadangan minyak kita storage kita hanya kemampuannya 21 hari,” katanya.
Menurutnya, situasi ini sangat tidak ideal, mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan memiliki kebutuhan energi yang juga sangat tinggi.
Dalam kondisi darurat, kapasitas penyimpanan yang terbatas ini bisa menjadi masalah besar bagi kelangsungan hidup ekonomi dan stabilitas negara.
Bahlil juga sebelumnya mengungkapkan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan biaya impor energi yang mencapai sekitar Rp500 triliun per tahun.
Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mengoptimalkan sumur-sumur minyak yang ada, selain juga membangun infrastruktur penyimpanan cadangan minyak.
Dengan adanya fasilitas penyimpanan yang lebih besar, Indonesia dapat lebih leluasa mengelola pasokan minyak dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor, yang pada akhirnya dapat menurunkan defisit neraca perdagangan energi Indonesia.
Ke depan, dengan adanya fasilitas penyimpanan cadangan minyak yang lebih memadai, Indonesia diharapkan bisa mencapai kedaulatan energi yang lebih baik.
Kemandirian energi ini tidak hanya penting untuk menjaga stabilitas ekonomi negara, tetapi juga untuk memastikan ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai tantangan global, baik dari sisi ekonomi, geopolitik, maupun sumber daya alam.
(Sumber: kabarkalimantan.id)