KabarMakassar.com –- Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Makassar yang dikabarkan menuding KPU Makassar telah menyatakan 6.000 Ketua RT dan RW Tidak Memenuhi Syarat (TMS) saat melakukan proses penelitian berkas calon perseorangan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar 2018.
Hal tersebut diungkapkan anggota Panwaslu Kota Makassar, Nur Mutmainnah dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Tahapan Pileg dan Pilpres 2019, di Makassar, Selasa, 12 Desember 2017 yang dihadiri sejumlah anggota Panwaslu dan KPU se Sulawesi Selatan.
Menanggapi hal itu, Anggota KPU Kota Makassar, Abdullah Manshur membantah dan menyayangkan komentar Panwaslu Makassar karena terkesan provokatif dan tidak disertai dengan bukti yang akurat. “Ïtu tidak benar sebab saat ini, kita baru saja memulai verifikasi faktual, belum ada hasil mengenai itu,”tegasnya seraya menegaskan bahwa pihaknya bekerja secara professional dengan berpedoman pada aturan yang berlaku.
Dia mengakui, saat melakukan verifikasi administrasi terhadap berkas dukungan calon perseorangan Pilwali Makassar 2018, dari total 130.649 dukungan yang diserahkan ke KPU Makassar, terdapat 8.812 yang tidak memenuhi syarat (TMS).
Dalam ketentuan KPU, kategori TMS itu diantaranya adalah formulir daftar nama-nama pendukung pasangan calon perseorangan (lampiran model B.1-KWK.KPU Perseorangan) tidak sesuai dengan identitas kependudukan, alamat tidak sesuai dengan daerah pemilihan, tidak ada KTP elektronik atau Surat Keterangan (Suket) yang diterbitkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) setempat, identitas tidak sesuai dengan wilayah administrasi PPS dan syarat usia dan/atau status perkawinan tidak sesuai.
Hal senada diungkapkan anggota KPU Makassar, Rahma Saiyed yang membantah pernyataan Panwaslu Makassar. “Itu tidak benarlah kalau kami dituding telah melakukan kategori TMS terhadap RT/RW sebab PPS juga saat ini sementara melakukan verifikasi faktual, hari pertama,” jelasnya seraya meminta agar Panwaslu berhati-hati mengeluarkan pernyataan yang dapat memicu konflik.
Di Makassar katanya, berdasarkan data dari Pemerintah Kota Makassar, sebanyak 4.972 ketua RT dan 988 ketua RW. Yang menjadi persoalan saat ini bagi Panitia Pemungutan Suara (PPS) saat melakukan verifikasi faktual di tingkat kelurahan lanjut dia, adalah posisi ketua RT dan ketua RW.
“Äpakah mereka masuk dalam perangkat kelurahan atau bukan?” jelasnya seraya mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengkoordinasikan masalah ini kepada Panwaslu Makassar dan mereka menganggap bila ketua RT dan ketua RW bukan merupakan bagian dari perangkat kelurahan.
“Kami sudah mencari beberapa referensi mengenai aturan RT dan RW ini, seperti Permendagri No.7/1983 tentang Pembentukan RT dan RW, Perda Kota Makassar Nomor 41/2001 tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Dalam Daerah Kota Makassar dan Perwali Kota Makassar Nomor 72/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Ketua RT dan Ketua RW namun belum ada penjelasan detail mengenai posisi ketua RT dan ketua RW ini apakah merupakan bagian dari perangkat kelurahan atau bukan,” katanya.
Lulusan The Hague University Belanda ini menjelaskan dalam aturan Permendagri disebutkan bila RT/RW masuk dalam jenis Lembaga Kemasyarakatan yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat. Di aturan lain menyebutkan pekerjaan RT dan RW di suatu wilayah tertentu sifatnya sukarela. Namun khusus untuk Kota Makassar, Ketua RT dan RW menerima insentif jabatan dari Pemerintah Kota Makassar karena kinerja mereka dinilai lurah setempat.
“Untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai keberadaan ketua RT dan RW ini, teman-teman saat ini sedang melakukan konsultasi ke Jakarta agar kami pun dapat memberikan arahan yang jelas dan tegas kepada PPS dalam melakukan verifikasi faktual. (*/nck)