KabarIndonesia.id — Jakarta, Sabtu, 24 April 2021. Penangkapan secara sewenang-wenang dan penggunaan kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah adalah bentuk pemolisian yang tidak demokratis. Tindakan represif dalam menyikapi penolakan warga atas pembangunan Bendungan Bener dan rencana kegiatan tambang di area tersebut semestinya disikapi dengan musyawarah oleh pemerintah daerah setempat.
“Tindakan kepolisian melakukan penangkapan sewenang-wenang disertai kekerasan dan gas air mata adalah bentuk penggunaan kekuatan yang eksesif. Cara ini mencederai usaha masyarakat yang memperjuangkan keadilan sosial dan ekologis. Pola ini mulai berulang dalam pengamanan proyek-proyek pembangunan infrastruktur dan kegiatan industri ekstraktif. Pemerintah harus melindungi kehidupan warga dan menghentikan cara-cara pemolisian yang tidak demokratis,” ujar Ketua Dewan Pengurus Public Virtue Usman Hamid yang juga Direktur Eksekutif Amnesty
International.
Di saat bersamaan, peneliti keadilan sosial di Public Virtue Naufal Rofi Indriansyah mengatakan, “Pemerintah wajib mengusut tuntas peran aparat yang melakukan penangkapan tanpa alasan, disertai kekerasan dan gas air mata. Pemolisian yang demokratis akan mengedepankan langkahlangkah persuasi, bukan represi. Pemerintah perlu melibatkan musyawarah warga dan jika perlu, meninjau ulang proyek bendungan dan tambang tersebut jika berpotensi merusak kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan warga,” Ujarnya
lanjut Naufal, Menurut data yang diperoleh Naufal, setidaknya sebanyak 11 orang ditangkap tanpa alasan jelas saat berlangsung aksi solidaritas untuk menolak rencana pengukuran dan pematokan lahan untuk penambangan di Desa Wadas pada Jum’at, 23 April 2021. Sembilan di antaranya adalah warga Wadas dan dua orang lainnya adalah pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ogyakarta. Sembilan orang lainnya lagi mengalami luka-luka.
Penangkapan dilakukan saat warga sedang melakukan aksi damai dengan memblokir area jalan menggunakan batang pohon, sambil duduk dan bersalawat. Kericuhan pecah pada sekitar pukul 11.30 WIB setelah aparat gabungan dari kepolisian dan satuan TNI memaksa masuk, kemudian menangkap beberapa orang secara paksa. Sejumlah warga sempat mundur usai aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah massa.
Julian, salah satu kuasa hukum warga dari LBH Yogyakarta, dikepung polisi hingga akhirnya juga ikut ditarik paksa tanpa alasan jelas. Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zulfadli, mengatakan bahwa Julian ditangkap dengan cara-cara yang brutal, termasuk tindakan aparat menjambak rambut dari
Julian
Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 509/41/2018 menetapkan Desa Wadas masuk ke dalam area penambangan batuan andesit yang diperuntukkan sebagai bahan proyek pembangunan Bendungan Bener, Kabupaten Purworejo, yang direncanakan mulai beroperasi tahun 2023. Bendungan ini adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Berdasarkan data yang diperoleh Public Virtue, penambangan terbuka ini akan berjalan selama 30 bulan dengan cara pengeboran, pengerukan, dan peledakan menggunakan 5.300 ton dinamit. Tambang tersebut ditargetkan dapat mencukupi 15,53 juta meter kubik material batu sebagai kebutuhan pembangunan bendungan.
Aktivitas penambangan sendiri akan mengancam warga kehilangan sekitar 145 hektar lahan, meningkatkan risiko bencana longsor, dan hilangnya sekitar 27 sumber mata air yang terdapat di Desa Wadas. Hal tersebut jelas berpotensi membuat warga tercerabut dari penghidupannya, terutama dari kegiatan bertani, berkebun, dan beternak. Kebudayaan dan ikatan sosial yang telah dipertahankan secara turun temurun juga terancam tergerus.
LBH Yogyakarta sendiri menilai terdapat kelalaian dari Pemerintah Daerah Jawa Tengah, yang telah mengeluarkan izin lingkungan tanpa melibatkan warga dan tidak taat terhadap rencana tata ruang wilayah yang diterbitkan serta studi tentang kerentanan bencana longsor di wilayah Desa Wadas.