KabarIndonesia.id — Asosiasi Pengembang Perumahan Real Estate Indonesia (REI) menyatakan kesiapan untuk membangun satu juta rumah di kawasan pedesaan sebagai bagian dari program ambisius “Tiga Juta Rumah” yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, menjelaskan di Tangerang, Banten, pada Kamis (23/4), bahwa program tiga juta rumah saat ini baru mencapai sekitar 5 hingga 7 persen dari target yang ditetapkan, melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dengan jumlah rumah yang dibangun berkisar antara 220.000 hingga 420.000 unit pada tahun ini.
Namun, hampir 95 persen dari target tersebut, termasuk satu juta rumah di pedesaan, masih belum dikerjakan. “Pembangunan satu juta rumah di pedesaan ini tidak hanya sebagai upaya memperluas cakupan program, namun juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di desa,” kata Joko Suranto.
REI mengambil langkah strategis untuk memperluas fokus program tersebut hingga mencakup pedesaan, dengan menyadari bahwa sejak awal, program ini ditujukan untuk mencakup masyarakat baik di perkotaan, pedesaan, maupun pesisir. “Sesuai dengan paradigma Propertinomic 2.0, kami siap membangun satu juta rumah di desa-desa di Indonesia,” lanjutnya.
Mengikuti arahan Presiden Prabowo Subianto, program ini bertujuan untuk membangun tiga juta rumah bagi masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal, dengan rincian satu juta rumah di pedesaan, satu juta di pesisir, dan satu juta di perkotaan. Di samping itu, pemerintah juga berkomitmen untuk mengatasi permasalahan 13 juta penduduk miskin yang tinggal di desa, yang merupakan sekitar 11,3 persen dari total populasi pedesaan.
Menurut Joko, pembangunan rumah di pedesaan akan memberikan dampak positif yang luas, termasuk percepatan pengentasan kemiskinan di daerah tersebut, serta menciptakan putaran ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp80 triliun. Program ini juga diharapkan dapat menciptakan satu juta lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa dan memberikan stimulus pendapatan sebesar sekitar Rp400 juta per desa.
“Dengan terwujudnya proyek ini, ekosistem ekonomi baru akan terbentuk di pedesaan, termasuk penciptaan sekitar 200.000 wiraswasta terdidik yang akan mendukung perkembangan pabrik material bangunan dan lainnya selama lima tahun program ini berlangsung,” ujarnya.
Namun, Joko juga menekankan pentingnya kebijakan yang jelas dari pemerintah terkait kriteria dan persyaratan penerima manfaat, desa yang menjadi lokasi pembangunan, serta legalitas tanah dan perizinan. Selain itu, kebijakan tentang tata ruang dan skema pembiayaan dari lembaga perbankan juga menjadi hal yang perlu segera diatur.
“Kami berharap pemerintah dapat memberikan kebijakan yang jelas mengenai sertifikasi tanah masyarakat agar mereka bisa menjadi bankable. Ini adalah salah satu langkah penting yang perlu didiskusikan lebih lanjut dengan Kementerian ATR-BPN,” katanya.
REI, dengan lebih dari 6.000 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, sebagian besar merupakan pengembang perumahan bersubsidi yang sudah berpengalaman dalam membangun rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Joko memastikan bahwa dengan jaringan luas ini, REI siap untuk memulai pembangunan satu juta rumah di pedesaan sesuai target yang telah ditetapkan.
Program ini juga memberikan kemudahan bagi masyarakat pedesaan, di mana 80 persen angsuran KPR akan disubsidi oleh pemerintah, sehingga masyarakat hanya perlu membayar sekitar 20 persen dari cicilan, yakni sekitar Rp160.000 per bulan, untuk rumah dengan nilai Rp80 juta hingga Rp100 juta per unit.